Kolaborasi Universitas untuk Dampak Nyata dalam Penanggulangan Bencana Sumatra

Bencana di Sumatra Ganggu Aktivitas Pendidikan, Kampus Turun Tangan

Jakarta (ANTARA) – Pada akhir November 2025, curah hujan dengan intensitas tinggi memicu banjir bandang dan tanah longsor yang menewaskan ratusan jiwa di tiga provinsi Sumatra: Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

Sungai-sungai yang meluap menghanyutkan lumpur, batuan, dan material kayu, menyisakan endapan tebal di desa-desa tempat warga biasa beraktivitas.

Jalan terputus, jembatan terseret arus banjir, jaringan listrik dan telekomunikasi padam, sementara sekitar satu juta warga harus mengungsi hanya membawa sebagian kecil harta yang berhasil mereka selamatkan.

Banjir menggenangi permukiman dan pusat kegiatan masyarakat tanpa pandang bulu. Longsor di berbagai lokasi memblokir rute antardaerah, menghentikan mobilitas warga dan sangat mengganggu distribusi bantuan.

Ribuan keluarga terpaksa meninggalkan rumahnya; ada yang kehilangan tempat tinggal, sementara lainnya berada di lokasi yang sulit dijangkau kendaraan.

Dalam kondisi demikian, aktivitas pendidikan pun terganggu. Banyak sekolah dasar dan menengah di daerah terdampak banjir terpaksa menghentikan kelas karena ruangannya tidak bisa dipakai.

Perguruan tinggi di provinsi terdampak menghadapi situasi serupa karena bencana yang dahsyat itu menyulitkan mahasiswa mencapai kampus. Akibatnya, perkuliahan praktik ditunda dan kalender akademik harus disesuaikan untuk mengakomodasi dosen dan mahasiswa yang keluarganya juga terdampak.

Di beberapa wilayah, jaringan internet dan listrik tidak stabil, menyebabkan kuliah daring terputus-putus. Situasi ini menempatkan universitas sebagai bagian dari masyarakat yang ikut memikul beban bencana, menandakan bahwa kampus tidak terpisah dari masalah masyarakat.

Selain kampus di daerah bencana, beberapa universitas lain yang memiliki mahasiswa asal Sumatra juga melakukan penyesuaian. Banyak mahasiswa harus mendampingi keluarganya di rumah, sementara sejumlah dosen turun ke lapangan untuk membantu masyarakat dalam proses penanggulangan di lokasi bencana.

MEMBACA  Indonesia Jadi Tuan Rumah Jamboree Pramuka Muslim Sedunia Perdana di Jakarta

Universitas yang Berdampak

Di tengah situasi tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menginisiasi upaya terstruktur untuk memperkuat peran universitas dalam fase tanggap darurat dan pemulihan di Sumatra.

Kementerian membuka skema pengabdian masyarakat khusus untuk penanggulangan bencana, dengan dukungan pendanaan hingga Rp500 juta (sekitar US$29.986) per proposal, memungkinkan setiap perguruan tinggi mengajukan hingga lima proposal.

Fleksibilitas anggaran hingga 85 persen diberikan agar universitas dapat menyesuaikan intervensi dengan kondisi di lapangan yang terus berubah.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Brian Yuliarto menegaskan bahwa di tengah situasi darurat seperti di Sumatra, kehadiran akademisi, peneliti, dan mahasiswa di lapangan adalah bukti nyata bahwa sains, teknologi, dan inovasi harus bekerja untuk memberi manfaat bagi masyarakat.

Kementerian telah mengidentifikasi delapan bidang fokus utama kebutuhan mendesak pascabencana: distribusi logistik, layanan kesehatan dan gizi, dukungan psikososial, pemulihan sanitasi dan air bersih, pendidikan darurat, pemulihan ekonomi lokal, penguatan administrasi publik, serta mitigasi dan edukasi bencana.

Universitas pada dasarnya memiliki kapasitas untuk berkontribusi di bidang-bidang ini. Banyak di antaranya yang memiliki pusat studi, laboratorium terapan, dan kelompok mahasiswa relawan yang aktif dalam program sosial. Skema khusus ini membuat kemampuan itu terorganisir lebih sistematis dan didukung pendanaan yang memadai.

Jaringan universitas telah bergerak cepat merespon seruan tersebut. Sebanyak 28 perguruan tinggi yang menjadi pos komando dan 11 universitas pendukung telah disatukan untuk menyiapkan upaya bersama.

Tim asesmen yang diterjunkan melaporkan berbagai tantangan, mulai dari jalan yang masih terhalang puing, jaringan komunikasi yang belum pulih, hingga pasokan bahan bakar yang terbatas, yang memaksa distribusi logistik mengambil rute-rute kecil.

Kehadiran relawan dari universitas sangat vital dalam masa tanggap bencana. Mereka memiliki jaringan lokal, kendaraan kecil yang mampu melintasi rute alternatif, dan kemampuan teknis untuk menilai kebutuhan di lapangan.

MEMBACA  MNC Care and Hotel Golden Tulip Springhill Support Farmers to Improve Mangrove Forest Ecology in East LampungMNC Peduli dan Hotel Golden Tulip Springhill Mendukung Petani untuk Meningkatkan Ekologi Hutan Mangrove di Lampung Timur

Banyak universitas juga memiliki tenaga kesehatan yang dapat dimobilisasi untuk memberikan layanan medis bergerak, serta mahasiswa psikologi yang dapat membantu pendampingan psikososial bagi anak-anak di pos pengungsian.

Kemendikbudristek mendorong intervensi oleh universitas agar terkoordinasi dengan menyelenggarakan bimbingan teknis penyusunan proposal, mempercepat asesmen lokasi melalui formulir digital, dan membuka saluran konsultasi cepat antara kampus pos komando, pemerintah daerah, dan unit kementerian teknis.

Hal ini memastikan bahwa tindakan yang diambil universitas selaras dan tidak tumpang tindih dengan operasi lembaga lain.

Program pengabdian masyarakat ditargetkan dilaksanakan sampai 31 Desember 2025, dan berfokus pada upaya tanggap darurat, mulai dari menyalurkan bantuan logistik hingga memberikan layanan pendidikan darurat bagi anak-anak terdampak yang belum bisa kembali belajar di sekolahnya.

Sementara itu, fase kedua pada tahun 2026 akan berfokus pada rehabilitasi, pemulihan ekonomi, dan program berbasis inovasi teknologi untuk mendukung masyarakat menjalankan aktivitas sehari-hari.

Inisiatif ini dibagi dua fase untuk memastikan universitas dapat berperan sejak masa kritis hingga periode pemulihan. Hal ini juga memperkuat konsep "Universitas yang Berdampak" yang menempatkan perguruan tinggi sebagai kekuatan sosial yang hadir dalam kehidupan masyarakat.

Kolaborasi

Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian, Khairul Munadi, menegaskan bahwa kementeriannya terus berkoordinasi intensif dengan universitas di daerah terdampak untuk memastikan penyaluran bantuan tepat sasaran.

Kondisi lapangan yang beragam juga membuat koordinasi jadi krusial, terlebih karena relawan dari kampus bergerak cepat memberi dukungan di hampir semua area.

Contohnya, beberapa universitas di Aceh telah menerjunkan tim teknis dan medis untuk memperkuat layanan darurat, mencakup segala hal dari proses asesmen hingga dukungan kesehatan.

Universitas Syiah Kuala (USK) menerjunkan empat surveyor dari Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC) ke Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, bersama 15 dokter residen yang membantu operasional di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Meureudu.

MEMBACA  Jika Trump mencoba untuk menekan China, dia sedang melakukan semuanya dengan cara yang salah

Selanjutnya, Universitas Teuku Umar (UTU) menyalurkan bantuan ke kecamatan-kecamatan Woyla dan Pante Ceureumen di Kabupaten Aceh Barat, serta Beutong Ateuh Banggalang di Kabupaten Nagan Raya, yang saat ini diprioritaskan karena belum sepenuhnya mendapat dukungan memadai.

Di Sumatra Utara, Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU) mengambil langkah memberikan beasiswa darurat bagi mahasiswa yang menjadi korban bencana di tiga provinsi tersebut.

Bahkan dari Jawa Tengah, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengirim tim relawan untuk melakukan asesmen awal dan memastikan rute bantuan, serta menyiapkan pengiriman berikutnya berdasarkan kebutuhan lapangan.

Upaya kolaboratif ini mencerminkan bahwa universitas di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai ruang belajar tetapi juga kehadiran nyata bagi masyarakat yang membutuhkan.

Berita terkait: Kementerian mulai pemulihan untuk 60 universitas terdampak bencana Sumatra

Berita terkait: Indonesia blokir perjalanan luar negeri pejabat daerah di tengah tanggap bencana

Berita terkait: Manggala agni diterjunkan untuk respons pascabanjir di Sumatra

Penerjemah: Sean Filo, Raka Adji
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar