loading…
Kolase patung dan potret Ken Dedes versi AI. Foto/Ilustrasi/Instagram @ainusantara
Pada suatu masa di kerajaan Tumapel, hidup seorang gadis cantik bernama Ken Dedes , putri seorang pendeta bernama Mpu Purwa. Kecantikannya tersohor hingga ke pelosok kerajaan, dan bahkan sampai ke telinga penguasa Tumapel, Tunggul Ametung. Kisah dramatis ini dimulai ketika Mpu Purwa, ayah Ken Dedes, pergi untuk bertapa di hutan belantara, meninggalkan putrinya sendirian di rumah.
Tunggul Ametung, yang telah terpesona oleh kecantikan Ken Dedes, melihat ini sebagai kesempatan emas. Tanpa rasa takut atau malu, ia mendatangi rumah Ken Dedes dan dengan paksa menculik gadis itu. Ken Dedes, yang terkejut dan marah, meronta dan melawan sekuat tenaga. Namun, Tunggul Ametung, dengan genggaman yang kuat, tidak memberi celah bagi Ken Dedes untuk melarikan diri.
“Sekali aku menangkapmu, tak akan ada yang bisa menyelamatkanmu,” kata Tunggul Ametung dengan penuh nafsu.
Ken Dedes, dalam keadaan terdesak, melontarkan kutukan dan sumpah serapah kepada Tunggul Ametung. “Kau akan menerima pembalasan atas perbuatanmu ini! Para dewa akan mengutukmu!” teriaknya dengan penuh amarah.
Namun, Tunggul Ametung tidak gentar. Dengan nada sarkasme, ia menantang Ken Dedes untuk melontarkan semua kutukan yang diinginkannya. Baginya, kutukan dari seorang brahmana hanyalah omong kosong belaka.
“Lontarkanlah semua kutukanmu! Aku akan buktikan bahwa para brahmana tidak berdaya menghadapi kekuatan seorang ksatria,” ujar Tunggul Ametung dengan senyum sinis. “Aku akan menjadikanmu permaisuri di singgasana Tumapel, dan tidak ada yang bisa menghentikanku.”
Ken Dedes tidak tinggal diam. Perlawanan yang ia lakukan semakin kuat, dengan kecaman dan kutukan yang terus mengalir. Namun, setiap kata-kata keras yang keluar dari mulutnya hanya membuat Tunggul Ametung semakin keras dan penuh tantangan.
“Kau dan kaum brahmana-mu terlalu pongah. Kalian merasa berada di atas, tetapi nyatanya selalu merangkak di hadapan kami, para ksatria,” ejek Tunggul Ametung. “Masyarakat Tumapel tidak butuh dewa-dewa khayalanmu. Mereka hanya perlu menyembah Dewa Wisnu yang maha pemurah dan penyayang. Dan kaum brahmana bisa hidup nyaman karena kemurahan hatiku sebagai penguasa.”
Pernyataan itu membuat Ken Dedes semakin marah. Ia menuduh Tunggul Ametung sebagai sosok yang pongah dan congkak. Namun, Tunggul Ametung membalikkan tuduhan itu. Baginya, kaum brahmana-lah yang lebih munafik dan penuh kepura-puraan.
“Kau tidak akan bisa lepas dari cengkeramanku, Ken Dedes. Kau mungkin seorang brahmani, tetapi sekarang kau adalah milikku,” kata Tunggul Ametung dengan nada penuh kemenangan.
Di tengah segala penderitaan dan ketidakadilan yang menimpanya, Ken Dedes tetap teguh dengan keyakinan dan prinsipnya. Ia tahu bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada otot atau kekuasaan, tetapi pada keteguhan hati dan keberanian untuk melawan ketidakadilan.
Perlawanan Ken Dedes menjadi legenda yang menginspirasi banyak orang. Keberaniannya melawan penguasa yang zalim menggambarkan kekuatan seorang wanita yang tidak mudah tunduk pada kekuasaan dan tirani. Meski dalam cengkeraman Tunggul Ametung, semangat Ken Dedes tidak pernah padam, menanti saatnya untuk membebaskan diri dan membalas semua ketidakadilan yang telah ia terima.
(hri)