Kisah Imam Ahmad bin Hanbal Disiksa dan Dipenjara

loading…

Kaum Mutazilah banyak menggunakan bahan-bahan Yunani dalam mengembangkan pemikiran mereka. Ilustrasi: Ist

Pada era Khalifah al-Ma’mun pada Daulah Abbasiyah, terjadi pertikaian paham berbagai kelompok Islam. Khalifah sendiri memihak kaum Mu’tazilah yang kala itu melawan kaum Hadis yang dipimpin oleh Imam Ahmad ibn Hanbal, pendiri mazhab Hanbali, salah satu dari empat mazhab fiqih.

Nurcholish Madjid atau Cak Nur dalam buku berjudul “Islam Doktrin dan Peradaban” (Paramadina, 1992) menjelaskan bahwa kaum Mu’tazilah banyak menggunakan bahan-bahan Yunani dalam mengembangkan pemikiran mereka. Hal ini karena dipermudah oleh adanya kegiatan penerjemahan buku-buku Yunani, ditambah dengan buku-buku Persia dan India, ke dalam Bahasa Arab.

Kegiatan penerjemahan buku itu memuncak di bawah pemerintahan al-Ma’mun ibn Harun al-Rasyid. “Penerjemahan itu telah mendorong munculnya Ahli Kalam dan Falsafah,” tuturnya.

Khalifah al-Ma’mun sendiri, di tengah-tengah pertikaian paham berbagai kelompok Islam, memihak kaum Mu’tazilah melawan kaum Hadis yang dipimpin oleh Ahmad ibn Hanbal.

Lebih dari itu, Khalifah al-Ma’mun, dilanjutkan oleh penggantinya, Khalifah al-Mu’tashim, melakukan mihnah (pemeriksaan paham pribadi, inquisition), dan menyiksa serta menjebloskan banyak orang, termasuk Ahmad ibn Hanbal, ke dalam penjara.

Salah satu masalah yang diperselisihkan ialah apakah Kalam atau Sabda Allah, berujud al-Qur’an, itu qadim (tak terciptakan karena menjadi satu dengan Hakikat atau Dzat Ilahi) ataukah hadis (terciptakan, karena berbentuk suara yang dinyatakan dalam huruf dan bahasa Arab)?

Khalifah al-Ma’mun dan kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Kalam Allah itu hadis, sementara kaum Hadis (dalam arti Sunnah, dan harap diperhatikan perbedaan antara kata-kata hadits [a dengan topi] dan hadits [i dengan topi]) berpendapat al-Qur’an itu qadim seperti Dzat Allah sendiri. Pemenjaraan Ahmad ibn Hanbal adalah karena masalah ini.

MEMBACA  Ancaman Kebakaran Hutan Menghantui 2 Kota di Chile, Menghancurkan 1.000 Rumah dan Menewaskan 19 Orang

Mihnah itu memang tidak berlangsung terlalu lama, dan orang pun bebas kembali. Tetapi ia telah meninggalkan luka yang cukup dalam pada tubuh pemikiran Islam, yang sampai saat inipun masih banyak dirasakan orang-orang Muslim.

Namun jasa al-Ma’mun dalam membuka pintu kebebasan berpikir dan ilmu pengetahuan tetap diakui besar sekali dalam sejarah umat manusia. Maka kekhalifahan al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M), dengan campuran unsur-unsur positif dan negatifnya, dipandang sebagai salah satu tonggak sejarah perkembangan pemikiran Islam, termasuk perkembangan Ilmu Kalam, dan juga Falsafah Islam.

(mhy)

Tinggalkan komentar