loading…
Ia bernazar, jika memperoleh anak laki-laki sepuluh orang maka seorang di antaranya akan disembelih sebagai korban. Ilustrasi: Ist
Abdul Muthalib bin Hasyim menjadi penguasa Kakbah setelah Al-Muthalib wafat pada tahun 520 M. Hanya saja, Naufal saudara al-Muthalib menentang estafeta kepemimpinan itu. Abdul Muthalib terpaksa mencari bantuan ke Yatsrib sebanyak 80 orang pemuda untuk mendukung pemerintahannya.
Dr Syamruddin Nasution, M.Ag. dalam bukunya berjudul “Sejarah Peradaban Islam” (Yayasan Pusaka Riau, 2013) mengatakan penolakan Naufal itu, mendorong Abdul Muthalib ingin mempunyai anak laki-laki yang banyak agar dapat memberi bantuan kepadanya, kapan diperlukan di setiap waktu dan tempat.
Oleh karena itu ia bernazar , jika memperoleh anak laki-laki sepuluh orang maka seorang di antaranya akan disembelih sebagai korban.
Menurut Syamruddin dalam kisah lain disebutkan bahwa yang mendorong Abdul Muthalib berkeinginan mempunyai banyak anak karena beliau bertugas menyediakan air untuk jemaah haji yang datang ke Makkah .
Air itu diambil dari sumur-sumur yang jauh letaknya dari Makkah, lalu disimpan dalam bak-bak untuk diminum jemaah haji yang datang dari penjuru Jazirah Arab . Pekerjaan ini adalah pekerjaan berat yang memerlukan banyak pembantu.
Selain itu, ada keinginan Abdul Muthalib hendak menggali sumur Zamzam yang kala itu mengering. Ide Abdul Muthalib ini tak mendapat sambutan yang baik dari orang Quraisy.
Itulah yang mendorong ia bernazar sekiranya dianugerahi tuhan sepuluh orang anak laki-laki, yang dapat membantunya dalam pekerjaannya, seorang di antaranya akan disembelih di dekat Kakbah sebagai korban kepada dewa-dewa orang Quraisy.
Doa Abdul Muthalib terkabul. Ia memperoleh 10 orang anak laki-laki. Oleh karena itu dia bermaksud melaksanakan janjinya.
Ketika nazar itu hendak dilaksanakan, dia mempersiapkan pisau yang tajam untuk menyembelih salah satu dari anak-anaknya. Undian penyembelihan ternyata jatuh kepada anaknya yang bernama Abdullah, anak kesayangannya, yang kelak menjadi ayah Rasulullah SAW.
Undian sempat diulang tiga kali, namun tetap jatuh kepada Abdullah. Ketika pelaksanaan penyembelihan hendak dilakukan, para pemuka masyarakat Makkah mencegahnya, sebab khawatir perbuatan Abdul Muthalib itu akan ditiru orang lain, sehingga menyembelih manusia sebagai korban menjadi adat tradisi kelak di belakang hari.
Penolakan pemuka-pemuka Quraisy itu diterima oleh Abdul Muthalib dengan senang hati. Kemudian Abdul Muthalib pergi menemui tukang tenung untuk meminta nasihat.
Tukang tenung itu menasihatinya agar undian diulang lagi. Tetapi yang akan diundi antara Abdullah dan 10 ekor unta.
Andai kata undian jatuh pada 10 ekor unta tersebut, maka unta itu disembelih, akan tetapi bila undian jatuh pada diri Abdullah, jumlah unta harus ditambah 10 lagi. Demikinlah seterusnya sampai unta berjumlah 100 ekor baru undian jatuh kepada unta, maka nazar menyembelih Abdullah diganti dengan menyembelih 100 ekor unta. Daging unta itu dibagi-bagikan untuk dimakan manusia, hewan dan burung.
(mhy)