Pasukan Amr bin Ash yang berjumlah 4000 prajurit mengepung kota yang diperkuat dengan tembok-tembok dan benteng-benteng yang begitu kukuh dan kuat. Ilustrasi: Ist Farama atau Pelusium adalah kota di Mesir Kuno, terletak sejauh 30 km dari Port Said. Ini merupakan kota utama paling timur di Mesir Hilir, terletak di tepi paling timur dari cabang sungai-sungai yang berasal dari sungai Nil, sehingga dinamakan Ostium Pelusiacum. Pelusium dinamakan “Sin, benteng Mesir” dalam Kitab Yehezkiel di Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Letaknya di antara pantai Laut Tengah rawa-rawa Delta Sungai Nil, kira-kira dua setengah mil dari laut. Kisah pasukan Amr bin Ash menerobos Farama diceritakan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “Al-Faruq Umar” dan diterjemahkan Ali Audah menjadi “Umar bin Khattab “Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu” (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000). Dikisahnya, ketika itu Amr bin As sudah berada di ujung timur laut, tatkala memasuki Farama. Berita perjalanannya sudah lebih dulu sampai kepada pihak Romawi sejak ia menginjakkan kakinya di perbatasan Mesir. Kiranya apa yang mereka lakukan? Tak terlintas dalam benak mereka hendak menghadapinya sementara ia dalam perjalanan di Sahara di sekitar Arisy dengan Farama itu, sebab mereka tahu bahwa orang Arab paling mampu mengadakan perang Sahara, dan karena dekatnya Arisy dan tempat-tempat di sekitar Palestina, bala bantuan berupa pasukan dari Baitulmuqadas mudah sekali diberikan kepada Amr. Oleh karena itu Muqauqis gubernur kota itu lebih cenderung membiarkan Amr meneruskan perjalanannya sehingga ia akan makin jauh dari tempat-tempat yang dapat memasok ataupun yang diharapkan untuk itu, dan benteng-benteng Farama yang kukuh akan dijadikan tempat pertama menghadapi pasukan Muslimin, tanpa menanggung risiko ia harus pergi ke sana, atau mengirimkan Atrabun, panglima besarnya itu. Selanjutnya, pihak Romawi memilih bertahan di kota untuk menghadapi pasukan Arab, dengan keyakinan mereka mampu melindungi kota dan memukul mundur musuh. Mereka sudah tahu bahwa pasukan Arab yang dipimpin Amr itu jumlahnya kecil, dan mereka tidak mempunyai perlengkapan untuk mengadakan pengepungan seperti pada pasukan Persia ketika dulu menyerang Farama dan berhasil menaklukkannya tanpa banyak menemui kesulitan. Sebaliknya Amr juga tahu persiapan dan kekuatan mereka dan mereka sudah memperbanyak pasukan sampai berlipat ganda. Sungguhpun begitu, ia tidak ragu untuk terus melangkah dan melakukan serangan, setelah ia berpidato mengingatkan pasukannya bahwa pihak Muslimin selalu dalam jumlah kecil dalam menghadapi Romawi dan Persia, tetapi selalu mampu mengalahkan musuh di semua medan pertempuran, sebab Allah sudah menjanjikan kemenangan dan akan bersama mereka. Amr dan sahabat-sahabatnya tidak bohong. Mereka mengepung Farama selama satu bulan kemudian menggempurnya dan mereka jadikan tempat perlindungan setelah mereka dapat mengalahkan pasukan Romawi habis-habisan. Bagaimana hal ini terjadi? Bagaimana 4000 prajurit itu dapat mengepung kota yang diperkuat dengan tembok-tembok dan benteng-benteng yang begitu kukuh dan kuat, dengan melumpuhkan pasukannya, menyerbu tembok-tembok serta menerobos benteng-benteng itu? Haekal mengatakan beberapa sejarawan menganggap ini suatu keajaiban. Mereka mencari dalih dengan beranggapan bahwa orang-orang Kopti Farama memberikan bantuan kepada pasukan Arab selama melakukan pengepungan. Itulah yang menyebabkan mereka berhasil mengalahkan pihak musuh. Demikian pendapat al-Maqrizi dan Abu al-Mahasin. Ibn Abdul-Hakam misalnya mengatakan: “Di Iskandariah ada seorang uskup bernama Abu Mayamin. Setelah mendengar kedatangan Amr bin As, ia menulis surat memberitahukan kepada orang-orang Kopti bahwa Romawi sudah tidak berkuasa lagi, dan bahwa kekuasaan mereka sudah putus. Mereka diperintahkan menyambut Amr. Maka dikatakan bahwa orang-orang Kopti di Farama ketika itu adalah siap membantu Amr.” Apa yang dikatakan oleh Ibn Abdul-Hakam ini tidak setepat sumber al-Maqrizi dan Abu alĀMahasin. Abu Mayamin ini ialah Uskup Benyamin, yang ketika orang Arab masuk ke Mesir ia tidak berada di Iskandariah. Sejak beberapa tahun sebelum itu ia sudah melarikan diri ke Qus. Boleh jadi, kata Haekal, Ibn Abdul-Hakam dan beberapa sejarawan lain yang belakangan mencatat cerita itu karena mereka tidak mendapatkan penafsiran lain sekitar kemenangan Amr atas Rumawi selain bahwa ia mendapat bantuan dari rakyat Mesir. Lalu mereka mencatat dan mempercayai cerita demikian itu atas dasar bahwa orang Kopti memang sangat membenci kekuasaan Romawi dengan melakukan penindasan agama terhadap mereka. Sebenarnya orang-orang Kopti tidak membantu pasukan Muslimin, juga tidak pula membantu pasukan Romawi. Kemenangan pihak Muslimin terhadap Romawi, penguasaan tempat empat dan benteng-bentengnya tidak berpengaruh terhadap mereka. (mhy)