…faktor emisi gas metana adalah 28 kali lipat dari CO2 biasa. Jakarta (ANTARA) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan perlunya meningkatkan pengelolaan sampah untuk mengurangi produksi gas metana, jenis gas rumah kaca (GHG) dengan potensi pemanasan global lebih besar dari CO2.
Dalam sebuah diskusi di sini pada hari Jumat, direktur pengelolaan sampah di kementerian, Novrizal Tahar, mengatakan bahwa masalah sampah dan pengelolaan sampah langsung terkait dengan perubahan iklim karena pengelolaan sampah yang kurang optimal menghasilkan gas metana.
Lebih lanjut, karbon hitam dan karbon dioksida (CO2) juga dihasilkan ketika penanganan sampah melibatkan pembakaran sampah, tambahnya.
“Seperti yang kita ketahui, saat ini IPCC, panel internasional tentang perubahan iklim yang terdiri dari para ahli, telah menentukan bahwa faktor emisi gas metana adalah 28 kali lipat dari CO2 biasa,” katanya.
Dengan demikian, Tahar mengatakan, produksi satu ton gas metana setara dengan 28 ton setara CO2.
“Jadi, ini berarti bahwa pengelolaan sampah, terutama sampah organik, yang berpotensi melepaskan gas metana adalah masalah serius bagi iklim,” tambahnya.
Bukan hanya iklim, tambahnya, pengelolaan sampah juga terkait erat dengan upaya untuk menjaga ekosistem, baik di darat maupun di laut. Hilangnya keanekaragaman hayati terkait dengan masalah pengurangan dan pengelolaan sampah, lanjutnya.
Permasalahan polusi juga terkait dengan sampah dan limbah. Dia mengatakan bahwa Indonesia saat ini terlibat dalam persiapan global untuk instrumen hukum yang mengikat tentang polusi plastik, termasuk di area maritim.
“Bahkan dimulai dari menurunkan produksi plastik primer. Bukan hanya di hulu bahwa perlu pengelolaan sampah,” kata Tahar.
Berita terkait: Gubernur Jakarta usulkan pengembangan pulau baru untuk pengelolaan sampah
Berita terkait: Jakarta membangun salah satu fasilitas pengolahan sampah terbesar di dunia
Translator: Prisca Triferna Violleta, Cindy Frishanti Octavia
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024