Kementerian Fokus pada Upaya Promotif dan Preventif sebagai Pelengkap JKN

Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kesehatan menyatakan sedang memprioritaskan perbaikan regulasi dan upaya promotif–preventif untuk mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), seiring upaya mengelola kenaikan belanja kesehatan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pada Jumat lalu, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), definisi dari cakupan kesehatan semesta (UHC) adalah semua orang mendapat akses ke layanan kesehatan berkualitas lengkap, kapan dan di mana mereka butuhkan, tanpa kesulitan keuangan.

"Tugasnya sudah jelas, BPJS yang menangani bagian ‘tanpa kesulitan keuangan’, sementara Kemenkes harus menyediakan akses ke layanan kesehatan yang berkualitas," ujarnya.

Dia menekankan bahwa tanpa ketiga komponen ini, cakupan kesehatan semesta tidak akan tercapai.

Selain itu, kementerian juga bertanggung jawab mempromosikan gaya hidup sehat di masyarakat, antara lain melalui pemeriksaan kesehatan gratis (CKG).

Dia menyebutkan peringkat UHC Indonesia menurut WHO telah membaik di tahun 2025 berkat upaya perluasan akses dan peningkatan kualitas layanan.

Sadikin menekankan perlunya keseimbangan antara pelayanan kuratif dengan upaya promotif-preventif untuk mencegah belanja kesehatan terus naik.

Tanpa upaya pencegahan yang kuat, negara akan tetap terbebani oleh biaya kesehatan yang melonjak, dia memperingatkan.

"Di semua negara, inflasi kesehatan melebihi PDB, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, setiap tahunnya naik sekitar 9-11 persen, sedangkan PDB hanya 5,2 persen," tuturnya.

Dia menunjuk transparansi yang terbatas sebagai salah satu tantangan. Misalnya, operasi usus buntu di Amerika Serikat harganya 25 ribu USD, di Singapore 12 ribu, dan di Indonesia 1.000 USD.

"Ini karena tidak ada transparansi, sehingga selisihnya sangat besar. Yang dirugikan siapa? Masyarakat. Untuk prosedur yang sama, perbedaannya bisa tiga hingga empat kali lipat," ucapnya.

Oleh karena itu, BPJS Kesehatan harus memastikan laju inflasi tetap stabil, dan pemerintah perlu menurunkan laju inflasi bersama-sama BPJS Kesehatan.

MEMBACA  Pencabutan Paspor Jurist Tan dan Riza Chalid, Kejagung Berharap Keduanya Dideportasi

Perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr. N. Paranietharan, menyatakan kemajuan Indonesia menuju cakupan kesehatan semesta menggembirakan, tapi Indonesia tidak boleh melupakan mereka yang masih tertinggal.

"Hari Cakupan Kesehatan Semesta hari ini menjadi pengingat bahwa kita perlu berinvestasi di layanan primer, menguatkan tenaga kesehatan, dan memastikan tidak ada yang menghadapi kesulitan keuangan karena biaya kesehatan," kata Paranietharan.

Dia juga mencatat bahwa di berbagai bidang kesehatan, kinerja Indonesia bervariasi. Layanan untuk ibu dan anak relatif kuat, tapi masih ada kesenjangan dalam KB. Pengendalian penyakit menular adalah area terkuat negara ini, namun layanan HIV masih jadi perhatian, dengan cakupan jauh lebih rendah dibanding penyakit lain.

Tantangan terbesar terletak pada penyakit tidak menular seperti hipertensi dan diabetes, di mana tingkat deteksi dan pengobatannya masih rendah. Distribusi tenaga kesehatan adalah area lain yang butuh perhatian, karena banyak masyarakat, terutama di daerah pedesaan, kekurangan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan.

Berita terkait:

  • Menteri minta langkah inovatif anti-penipuan untuk perkuat JKN
  • Rumah Sakit Jayapura buka kembali layanan JKN usai kesepakatan baru dengan BPJS
  • Rujukan berbasis kompetensi bertujuan standarkan layanan rumah sakit: Pemerintah RI

    Reporter: Mecca Yumna Ning Prisie
    Editor: Azis Kurmala
    Hak Cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar