Jakarta (ANTARA) – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) sedang mengkaji kebijakan baru dari Tiongkok yang mewajibkan para influencer digital untuk memiliki sertifikasi sebelum membuat konten di topik-topik tertentu.
Peraturan ini menarik perhatian di Indonesia karena memunculkan pertanyaan tentang bagaimana menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan upaya menjaga kualitas informasi di ruang digital.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemkominfo, Bonifasius Wahyu Pudjianto, mengatakan kementerian masih melakukan diskusi dan analisis internal terkait kebijakan tersebut.
"Informasi ini masih baru, dan kami masih mempelajarinya. Kami punya grup WhatsApp dimana kami mendiskusikan, ‘Apa pendapat kita tentang isu ini? Sebuah negara telah memperkenalkan kebijakan baru.’ Jadi, ini masih dalam tinjauan," ujarnya di sini pada hari Kamis.
Menurut Bonifasius, Kemkominfo secara konsisten memantau kebijakan di negara lain yang terkait dengan menjaga ekosistem digital yang sehat.
Dia mencatat bahwa Indonesia sebelumnya telah mengadopsi contoh dari Australia tentang pembatasan penggunaan media sosial di kalangan anak di bawah umur, yang kemudian menginspirasi terbitnya Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak (PP Tunas).
Mengomentari aturan baru Tiongkok, Bonifasius mengatakan kebijakan tersebut tampaknya bertujuan untuk mengekang misinformasi tanpa menekan kebebasan digital warga negaranya.
"Kita perlu menjaga kontrol, tetapi tidak sampai terlalu membatasi. Kompetensi itu penting agar orang-orang yang memproduksi konten tidak menyebarkan informasi yang tidak benar," katanya.
Dia menekankan bahwa pemerintah Indonesia belum memutuskan apakah kebijakan sertifikasi serupa akan diterapkan di dalam negeri.
Kementerian terus melakukan dialog dan mengumpulkan masukan dari berbagai stakeholder sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
"Kami harus mendengarkan umpan balik. Jika kebijakan seperti itu diperlukan, itu baik, tetapi bagaimana seharusnya strukturnya? Harus ada tingkatan atau level. Siapa yang akan menjadi sasarannya? Karena sekarang ada sangat banyak content creator," tambah Bonifasius.
Tiongkok secara resmi memperkenalkan persyaratan sertifikasi bagi influencer dan kreator konten yang membahas topik profesional pada 10 Oktober 2025.
Kebijakan yang diumumkan oleh National Radio and Television Administration (NRTA) bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata ini, mencakup bidang-bidang seperti kedokteran, hukum, keuangan, pendidikan, dan kesehatan – area yang dianggap paling rentan terhadap misinformasi.
Di bawah aturan baru ini, platform digital seperti Douyin (versi TikTok-nya Tiongkok), Bilibili, dan Weibo diwajibkan untuk memverifikasi kredensial akademik seorang kreator sebelum mengizinkan mereka menerbitkan konten profesional.
Pelanggaran dapat mengakibatkan denda hingga 100.000 yuan (sekitar Rp230 juta) atau penangguhan akun.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Tiongkok yang lebih luas untuk menjaga integritas informasi daring dan mencegah penyebaran kabar bohong di lanskap digital.
Berita terkait: [Tautan berita 1]
Berita terkait: [Tautan berita 2]
Berita terkait: [Tautan berita 3]
Translator: Primayanti
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025