Selasa, 9 September 2025 – 22:01 WIB
Jakarta, VIVA – Presiden Nepal, Ram Chandra Paudel, telah menyatakn mundur di tengah aksi kerusuhan yang melanda negaranya, seperti dilaporkan oleh surat kabar India Today pada Selasa.
Melalui sebuah surat permohonan, para perusuh di Nepal menyatakan bahwa negara tersebut telah berada di bawah kepemimpinan mereka.
Selain itu, mereka menyerukan pembentukan "pemerintahan sipil yang dipimpin oleh seseorang yang diterima secara universal" serta penyelenggaraan pemilu secepatnya.
Sedikitnya 1.500 tahanan berhasil melarikan diri dari Penjara Nakkhu di Lalitpur selama kerusuhan terjadi, menurut laporan portal Khabarhub. Media setempat juga memberitakan adanya penembakan di gedung markas besar Kepolisian Nepal.
Protes massal yang sebagian besar melibatkan generasi muda—dijuluki "Revolusi Gen Z" oleh media—mulai berlangsung di Ibu Kota Nepal pada Senin, 8 September, dan telah menyebar ke sejumlah kota besar di seluruh Nepal.
Protes yang memicu bentrokan dengan polisi tersebut telah mengakibatkan 19 pengunjuk rasa tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Pada 4 September, otoritas Nepal memblokir sejumlah situs media sosial ternama yang gagal mendaftar ke Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi sesuai batas waktu yang ditetapkan. Pemblokiran ini akhirnya dicabut menyusul aksi protes yang dimulai pada Senin lalu.
Situasi di Nepal semakin memanas setelah pengunjuk rasa berhasil menerobos gedung parlemen, yang memaksa aparat keamanan menggunakan meriam air, gas air mata, dan peluru tajam. Akibatnya, sejumlah pengunjuk rasa mengalami luka-luka berdasarkan laporan yang ada.
Setelah bentrokan terjadi, otoritas Kathmandu langsung memberlakukan jam malam di beberapa distrik kota. (Ant)