Denpasar, Indonesia (ANTARA/PRNewswire) – Langit Bali kembali menabur harapan. Setelah bertahun-tum sunyi di hutan tropisnya, suara khas Burung Serindit Dada Merah (Trichoglossus forsteni mitchellii) mungkin akan segera kembali bergema di tanah kelahirannya. Spesies nuri berwarna cerah ini dulunya adalah bagian penting dari ekosistem Bali dan Lombok. Namun kini, statusnya Terancam Punah, terdesak oleh perdagangan satwa liar ilegal dan hilangnya habitat. Meski begitu, penampakan 6–7 individu liar di tahun 2020, dilanjutkan dengan dokumentasi foto pada 2022 dan 2023, mengungkapkan bahwa Bali belum sepenuhnya kehilangan suara alamnya. Di balik rimbunnya kanopi hutan, masih ada secercah harapan bahwa burung ini belum sepenuhnya lenyap dari alam liar.
Pemulihan spesies ini dimulai dengan program pelatihan intensif pada Januari 2025 di Taman Safari Bali, bekerja sama dengan Kepala Penjaga dari Paradise Park, Inggris. Pelatihan ini meliputi peternakan hewan, desain kotak sarang, dan pemahaman perilaku alami sebagai fondasi penting sebelum rencana repatriasi 20 ekor Serindit Dada Merah (10 jantan dan 10 betina) dari Paradise Park di Cornwall ke Bali pada 17 Juli 2025. Perjalanan panjang ini bukan cuma soal memindahkan burung; ini melambangkan kembalinya secuil jiwa alam Bali yang sempat hilang.
Langkah besar ini adalah hasil kolaborasi kuat antara Taman Safari Indonesia, World Parrot Trust, dan Paradise Park. Ketiga lembaga ini punya komitmen yang sama: mengembalikan populasi nuri endemik Indonesia ke rumahnya yang semestinya. Setibanya di Bali, 20 ekor serindit itu menjadi penghuni pertama Lorikeet Breeding Center, fasilitas baru yang diresmikan pada 26 September 2025 di Taman Safari Bali. Pusat ini dirancang sebagai rumah sementara dan lokasi penangkaran terkontrol untuk Serindit Dada Merah sebelum akhirnya dilepasliarkan.
“Lorikeet Breeding Center ini didesain untuk mendukung program penangkaran terkontrol yang berorientasi pada pelepasliaran, menghubungkan ex situ ke in situ. Harapan kami adalah dapat kembali mendengar kicauan merdu Mitchell’s Lorikeet bergema di hutan-hutan Bali dan Lombok,” ujar Jansen Manansang, Pendiri Taman Safari Indonesia.
Peresmian Lorikeet Breeding Center menandai sebuah tonggak dalam sejarah konservasi Indonesia. Fasilitas ini bukan hanya hasil kerja sama Taman Safari dengan mitra internasional, tetapi juga cerminan komitmen kuat pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Bersama-sama, semua pihak berbagi satu tujuan: memastikan kicauan hidup Serindit Dada Merah kembali menggema di langit Bali. Konservasi sejati tak bisa diraih sendirian; ia tumbuh lewat sinergi ilmu pengetahuan, kebijakan, dan kasih sayang kolektif untuk kelangsungan hidup.
“Proyek ini adalah contoh kerjasama yang indah, membuktikan bahwa dedikasi tim di seluruh dunia dapat mencapai hal-hal luar biasa untuk alam.” dari sudut pandang internasional, David Woolcock, Kurator Paradise Park.
Sebagai lambang harapan, sepasang serindit penangkaran dinamai Galih dan Arya, yang melambangkan kekuatan dan keberanian. Individu lain, seperti Ni Luh Atit dan Ketut Atat, diberi nama khas Bali sebagai penghormatan pada budaya lokal. Dalam bahasa Bali, “Atat” artinya “paruh bengkok,” sebuah istilah sederhana namun penuh makna yang kini menjadi simbol kebanggaan dan identitas bagi spesies endemik ini. Melalui nama-nama ini, kita diingatkan bahwa satwa liar bukan cuma bagian dari keseimbangan alam, tetapi juga cerminan budaya dan jati diri lokal.
Setiap serindit yang lahir di Lorikeet Breeding Center akan menjalani proses habituasi sebelum dilepasliarkan. Mereka akan belajar mengenali lingkungan, mencari makan, membentuk pasangan, dan beradaptasi dengan kondisi alam. Begitu mereka menunjukkan perilaku alami yang kuat, pintu hutan akan terbuka kembali. Lebih dari sekadar menyelamatkan satu spesies, program ini bertujuan mengembalikan peran ekologis Serindit Dada Merah sebagai penyerbuk alami dan penyebar biji yang vital bagi regenerasi hutan.
Program “Kedis Mewali ke Bali” yang berarti “burung pulang kampung ke Bali” menjadi simbol kuat dari harmoni baru antara manusia dan alam. Program ini bercerita tentang spesies yang pernah hilang, pelan-pelan menemukan jalan pulang. Dan suatu hari nanti, ketika kicauan merdu Serindit Dada Merah kembali bergema di antara pepohonan hijau Bali, itulah saatnya alam benar-benar kembali bernapas, ketika jiwa pulau dan burung-burungnya akhirnya telah sampai di rumah.
“Balai KSDA Bali mendukung sepenuh hati dan membuka lebar peluang kerjasama dengan semua pemangku kepentingan untuk melindungi satwa liar dan habitatnya demi masa depan yang lebih berkelanjutan.” kata Ratna Hendratmoko, Kepala Balai KSDA Bali.
Sumber: Taman Safari Indonesia (TSI)
Reporter: PR Wire
Editor: PR Wire
Hak Cipta © ANTARA 2025