Kebutuhan Memicu Inovasi Energi Terbarukan di Desa Bali

Buleleng, Bali (ANTARA) – Provinsi Bali di Indonesia semakin bertekad untuk beralih ke sumber energi bersih dan terbarukan.

Kebetulan, destinasi wisata yang dijuluki Pulau Dewata ini punya semua yang dibutuhkan untk meningkatkan kemandirian energi dengan bantuan sumber ramah lingkungan, seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).

Khususnya di daerah pedesaan Bali, sumber air melimpah bisa dimanfaatkan untuk solusi pembangkit listrik inovatif. Sayangnya, potensi ini belum banyak disadari.

Tapi, membangun PLTMH tidak semudah kelihatannya.

Prosesnya meliputi perizinan birokratis, perencanaan ekonomi matang, dan pencarian lokasi tepat—idealnya dekat sumber air dengan kemiringan tanah untuk menghasilkan aliran listrik stabil.

Namun, ada desa di Bali Utara yang berhasil melakukan semua itu dan lebih.

PLTMH Panji Muara

PLTMH Panji Muara di Desa Sambangan, Bali Utara, dibangun karena kebutuhan.

Didirikan pada 2016, ini merupakan PLTMH pertama di provinsi tersebut. Untuk mencapai fasilitas ini—yang berjarak sekitar tiga jam perjalanan dari Denpasar—perlu melewati medan berhutan dan berbukit.

Manajer PLTMH, Ervina Fitriani, menjelaskan di Kabupaten Buleleng bahwa air dari sungai terdekat dimanfaatkan untuk menggerakkan generator di PLTMH, yang kemudian menyuplai listrik sangat dibutuhkan warga.

Sebelum PLTMH berdiri, warga Sambangan—kebanyakan petani dan peternak—kesulitan mendapatkan pasokan listrik andal.

Mereka sempat mengandalkan kincir air tradisional. Tapi cara itu tidak efisien dan sudah ketinggalan zaman.

Dalam pencarian sumber listrik terpercaya, pendiri PLTMH akhirnya menemukan potensi Sungai Tiyingtali yang belum tergarap.

Kesadaran bahwa air sungai bisa mendukung metode pembangkit listrik lebih modern dan efisien memicu gelombang penelitian dan perencanaan intensif.

Setelah potensi hidro dikonfirmasi, mereka melewati berbagai prosedur birokrasi.

Ini termasuk beberapa kali perjalanan ke Jakarta untuk bertemu pemangku kepentingan dan mendapatkan izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL).

MEMBACA  BRI Tingkatkan Layanan Keuangan Desa Melalui Agen BRILink di Gowa

Setelah izin didapat, mereka bernegosiasi dengan PLN untuk menetapkan harga listrik yang dihasilkan. Kini, tarifnya Rp1.100 per kilowatt-jam (kWh).

Pemasangan PLTMH tidak mudah.

Tim pendiri harus melewati hutan gelap dan bukit curam untuk mencapai sungai, mengimpor peralatan dari Austria, bahkan meminta bantuan tentara untuk menyelesaikan pekerjaan.

Akhirnya, mereka berhasil membangun kolam penampung utama yang bisa menyimpan hingga 850 meter kubik air di ketinggian 858,5 meter di atas permukaan laut.

Sebelum masuk ke waduk, air melewati dua tahap penyaringan untuk menghilangkan sampah atau kotoran.

Air lalu dialirkan ke ruang generator melalui pipa sepanjang 526 meter dengan diameter 1.200 milimeter, yang dipasang di lereng untuk memastikan aliran stabil.

Di ruang generator, dua turbin berkapasitas 2.300 kilowatt siap mengubah air mengalir menjadi listrik.

Listrik hijau ini kemudian dialirkan melalui dua transformator berkapasitas 1.600 kilovolt-ampere sebelum masuk ke jaringan PLN.

Air kemudian dikembalikan ke sungai. Meski volumenya tak berubah, air yang kembali lebih bersih berkat penyaringan ganda.

PLTMH Panji Muara kini beroperasi 24 jam dan bisa menghasilkan hingga 23.000 kWh. Namun, produksinya tergantung pada debit air Sungai Tiyingtali, yang cenderung turun saat musim kemarau.

Mengatasi Tantangan

Keuntungan punya PLTMH juga datang dengan tantangan. Salah satunya, kekeringan menjadi ancaman karena bisa mengurangi aliran air.

Pada 2020, PLTMH Panji Muara hampir berhenti beroperasi karena debit air rendah sepanjang tahun. Untungnya, debit sungai pulih, sehingga PLTMH bisa terus berfungsi hingga kini.

Tim juga menghadapi kendala medan dan lahan. Membangun PLTMH berarti harus melewati medan terjal dan sulit dijangkau.

Lahan pun harus dibebaskan untuk fasilitas ini, yang melibatkan negosiasi dan pemberian kompensasi pada warga pemilik tanah.

MEMBACA  Terpesona oleh Ernando Ari, Munster Berkeinginan untuk Mengamati Secara Langsung di Persebaya

Respon Warga

Proyek PLTMH awalnya mendapat penolakan dari warga Sambangan.

Menurut Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Buleleng, warga khawatir operasi PLTMH akan mengalihkan air yang mereka gunakan untuk irigasi dan kebutuhan harian.

Setelah setahun sosialisasi dan edukasi, warga akhirnya menerima proyek ini, menyadari perannya penting bagi kehidupan masyarakat.

Berkat PLTMH, PLN kini bisa menyediakan listrik untuk seluruh desa—memastikan tidak ada rumah yang gelap.

Selain menerangi desa, PLTMH berdampak langsung pada ekonomi lokal. Sebanyak 98% operatornya adalah pemuda desa setempat.

Air hasil penyaringan bahkan dimanfaatkan kembali untuk area pemandian lokal, yang meningkatkan pariwisata di sana.

Putu Mudita, warga berusia 29 tahun, mengatakan PLTMH membawa banyak manfaat bagi desa.

PLTMH juga menghemat tenaga untuk merawat kincir air tradisional yang tidak efisien dan hampir tidak menghemat biaya.

Data Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan 31 lokasi di Bali berpotensi meniru kesuksesan Panji Muara, dengan total proyeksi keluaran 82,54 megawatt.

Salah satunya Sungai Ayung di Kabupaten Karangasem, yang saat ini dikenal untuk kegiatan wisata seperti arung jeram.

Wajar jika temuan ini mendorong pemerintah dan masyarakat lebih memperhatikan potensi sungai Bali yang belum tergarap serta pentingnya mengelolanya dengan bijak.

Memanfaatkan potensi 31 lokasi ini bisa meningkatkan ketahanan energi Bali sekaligus mendorong transisi energi bersih Indonesia.

Berita terkait: Membangun kecukupan energi bersih di Nusa Penida
Berita terkait: Bali butuh energi panas bumi untuk hindari pemadaman: pejabat

Penerjemah: Ni Putu, Tegar Nurfitra
Editor: Primayanti
Hak Cipta © ANTARA 2025