Belém, Brazil (ANTARA) – Parlemen dan pemerintah Indonesia udah mengambil langkah konkrit untuk hadapi perubahan iklim, kata Ketua DPD Sultan Baktiar Najamudin pada Jumat. Dia menekankan bahwa Indonesia tidak cuma omong doang di KTT iklim COP30 PBB di Belém, Brazil.
Najamudin bilang ke wartawan di paviliun Indonesia bahwa emisi global terus naik terutama karena banyak negara “gak maksimalin perannya,” sementara Indonesia memperkuat kerangka kerja iklim lewat undang-undang baru.
Dia ngomong tiga RUU — tentang pengelolaan perubahan iklim, Masyarakat Adat, dan wilayah kepulauan — udah dimasukin ke Program Legislasi Nasional 2025, yang nunjukin komitmen Indonesia buat perlindungan lingkungan.
“DPD akan terus dorong legislasi soal isu daerah dan dukung program eksekutif yang prioritaskan komunitas adat,” ujarnya. Dia nambahin bahwa kelompok adat harus dilindungi karena mereka berada di “garis depan” konservasi hutan.
Berita terkait: Indonesia, Jepang perkuat perdagangan kredit karbon lewat MRA
Dia juga nunjuk ke dorongan kebijakan pemerintah yang lebih luas, termasuk Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025, yang ngatur instrumen nilai ekonomi dan mekanisme untuk kontrol emisi gas rumah kaca.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, yang berbicara di acara yang sama, ngomong Indonesia punya tujuan buat kurangi emisi lewat tindakan mitigasi dan pasar karbon yang lebih kuat.
“Kami gunakan semua potensi yang ada untuk perkuat mitigasi, termasuk kembangkan unit karbon berintegritas tinggi yang tingkatkan nilai ekonomi karbon,” katanya.
Indonesia menargetkan transaksi perdagangan karbon total 90 juta ton CO2, dengan nilai sekitar Rp16 triliun (US$957 juta), selama COP30 yang berlangsung dari 10 hingga 21 November.
Para pejabat bilang gabungan dari reformasi regulasi, program mitigasi, dan mekanisme pasar karbon baru mencerminkan upaya Indonesia untuk posisikan diri sebagai kontributor proaktif dalam tata kelola iklim global.
Berita terkait: Indonesia, Verra bahas perdagangan karbon sukarela di COP30