Loading…
Dalam pandangan ajaran Islam, seks bukanlah sesuatu yang kotor atau najis, tetapi bersih dan harus selalu bersih. Ilustrasi: Ist
Prof Quraish Shihab mengatakan sepintas boleh jadi ada yang berkata, apalagi muda mudi, bahwa “pemenuhan kebutuhan seksual merupakan tujuan utama perkawinan , dan dengan demikian fungsi utamanya adalah reproduksi”.
Benarkah demikian? Dalam bukunya berjudul “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat” (Penerbit Mizan, 1996), Quraish menjelaskan dalam pandangan ajaran Islam , seks bukanlah sesuatu yang kotor atau najis, tetapi bersih dan harus selalu bersih.
“Mengapa kotor, atau perlu dihindari, sedang Allah sendiri yang memerintahkannya secara tersirat melalui law of sex, bahkan secara tersurat,” katanya.
Dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 187 Allah Taala berfirman:
“Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka (istri-istrimu), dan carilah apa yang ditetapkan Allah untukmu.”
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Istri-istri kamu adalah ladang (tempat bercocok tanam untukmu, maka datangilah (garaplah) ladang kamu bagaimana~ saja kamu kehendaki” ( QS Al-Baqarah [2] : 223).
Menurut Quraish, karena hubungan seks harus bersih, maka hubungan tersebut harus dimulai dan dalam suasana suci bersih; tidak boleh dilakukan dalam keadaan kotor, atau situasi kekotoran.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW menganjurkan agar berdoa menjelang hubungan seks dimulai.
Beberapa ayat Al-Quran sangat menarik untuk direnungkan dalam konteks pembicaraan kita ini adalah:
“(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dan jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dan jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula, dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan cara itu …Tidak ada sesuatu pun yang serupa denan Dia, dan Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” ( QS Al-Syura [42] : 11).
Binatang ternak berpasangan untuk berkembang biak, manusia pun demikian, begitu pesan ayat di atas. Tetapi dalam ayat di atas tidak disebutkan kalimat mawaddah dan rahmah, sebagaimana ditegaskan ketika Al-Quran berbicara tetang pernikahan manusia.
“Di antara tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan) Allah adalah Dia menciptakan dari jenismu pasangan-pasangan agar kamu (masing-masing) memperoleh ketenteraman dari (pasangan)-nya, dari dijadikannya di antara kamu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir” ( QS Al-Rum [30] : 21).
Mengapa demikian? Menurut Quraish, tidak lain karena manusia diberi tugas oleh-Nya untuk membangun peradaban, yaitu manusia diberi tugas untuk menjadi khalifah di dunia ini.
Cinta kasih, mawaddah dan rahmah yang dianugerahkan Allah kepada sepasang suami istri adalah untuk satu tugas yang berat tetapi mulia. Malaikat pun berkeinginan untuk melaksanakannya, tetapi kehormatan itu diserahkan Allah kepada manusia.
(mhy)