Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia menyatakan pada Minggu bahwa kasus keracunan makanan yang terkait dengan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) bukan cuma soal statistik, tapi merupakan ancaman bagi kesehatan generasi masa depan. Pemerintah berjanji akan meningkatkan pengawasan setelah puluhan kejadian luar biasa (KLB) terjadi.
“Ini bukan tentang angka. Ini tentang keselamatan anak-anak kita,” kata Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, yang akrab disapa Zulhas, dalam konferensi pers di Kementerian Kesehatan Jakarta.
Dia mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan para menteri untuk meningkatkan program tersebut setelah kembali dari kunjungan luar negeri, dan menekankan bahwa keselamatan anak adalah prioritas utama pemerintah.
Arahan tersebut ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi untuk menangani insiden keamanan pangan dalam program MBG, sebuah inisiatif unggulan yang bertujuan menyediakan makanan bergizi bagi anak sekolah.
Rapat tersebut dihadiri oleh pejabat tinggi termasuk Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi.
Hadir juga Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Taruna Ikrar, Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo, Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari, Wakil Menteri Pendidikan Fajar Riza Ul Haq, dan Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang.
“Semua langkah dilakukan secara transparan untuk meyakinkan masyarakat bahwa makanan yang disajikan dalam MBG aman dan bergisi,” ujar Zulhas.
BGN melaporkan pada Jumat bahwa dari Januari hingga September 2025, terjadi 70 insiden keamanan pangan, termasuk keracunan, yang mempengaruhi 5.914 penerima MBG di seluruh Indonesia.
Dari jumlah itu, sembilan kasus dengan 1.307 korban tercatat di Sumatra, termasuk Kabupaten Lebong di Bengkulu dan Bandar Lampung. Empat puluh satu kasus dengan 3.610 korban terjadi di Jawa, sementara 20 kasus dengan 997 korban dicatat di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara.
Hasil pemeriksaan mengidentifikasi E. coli dalam air, nasi, tahu, dan ayam; staphylococcus aureus dalam tempe dan bakso; salmonella dalam ayam, telur, dan sayuran; bacillus cereus dalam mi; serta coliform, klebsiella, proteus, dan bakteri lain dalam air yang terkontaminasi.