Denpasar (ANTARA) – Kantor Jaksa Tinggi Bali telah menuntut pembebasan terdakwa I Nyoman Sukena, 38 tahun, warga Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, yang dituduh menyimpan Landak Jawa (Hystrix Javanica). Dalam agenda sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, pada hari Jumat, Tim Jaksa Penuntut Umum Tinggi Bali Gede Gatot Hariawan, Dewa Gede Ari Kusumajaya, dan Isa Uli Nuha menyatakan bahwa terdakwa Sukena tidak memiliki niat jahat, atau mens rea, untuk melanggar Pasal 21 ayat 2 a sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. “Kami mendesak agar majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa I Nyoman Sukena tidak terbukti secara hukum dan meyakinkan memiliki niat jahat, atau mens rea, untuk memiliki dan menyimpan hewan yang dilindungi berupa empat ekor landak Jawa,” tegas jaksa Gatot Hariawan. Selain itu, jaksa juga meminta kepada majelis hakim, yang dipimpin oleh Ida Bagus Bamadewa Patiputra dan rekan-rekannya, agar terdakwa dibebaskan dari tahanan dan bukti berupa empat ekor landak Jawa disita oleh negara untuk diserahkan kepada Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Tidak ada faktor yang memberatkan terdakwa dalam tuntutan jaksa. Namun, faktor yang meringankan bagi terdakwa adalah bahwa ia menyesali perbuatannya, tidak bermaksud untuk mengkomersialisasi landak, bukan merupakan pelaku kejahatan berulang, tidak memahami aturan bahwa landak adalah hewan yang dilindungi, dan sopan serta mengakui perbuatannya, sehingga menghasilkan persidangan yang lancar. Menanggapi dakwaan tersebut, terdakwa Sukena mengungkapkan rasa terima kasih dan kebahagiaannya. Ia berterima kasih kepada semua pihak yang membantunya keluar dari jeratan hukum dan mengatakan bahwa proses hukum tersebut adalah pelajaran berharga dalam hidupnya. “Saya telah menerimanya. Saya anggap ini sebagai pengalaman berharga dalam hidup saya,” katanya dihadapan istrinya, Ni Made Lastri, 34 tahun. Ia juga mengakui merasa terpuruk dan akan lebih berhati-hati dalam menyimpan hewan agar tidak memiliki spesies yang dilindungi oleh hukum. Sidang putusan untuk terdakwa Sukena dijadwalkan pada hari Kamis (19 September). Sebelumnya, Sukena didakwa melanggar Pasal 21 ayat 2a Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, yang melarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, mengangkut, dan memperdagangkan hewan yang dilindungi dalam keadaan hidup. Pria berusia 38 tahun itu menangis tanpa henti setelah mendengar putusan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, pada hari Kamis (5 September), yang menjadi viral di berbagai platform media sosial dan menarik perhatian publik. Masyarakat juga memberikan dukungan moral kepada Sukena, yang mengaku tidak mengetahui bahwa landak, yang sering dianggap sebagai hama di daerah tempat tinggalnya karena kebiasaannya memakan bibit kelapa, adalah hewan yang dilindungi. Tagar – Kami bersama Sukena, Bebaskan Sukena, dan Tidak Viral Tidak Ada Keadilan – menjadi populer di timeline media sosial setelah netizen menganggap tuntutan jaksa terlalu berlebihan bagi masyarakat umum, terutama pada saat beberapa pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi diberikan hukuman yang lebih ringan. Terdakwa mengakui awalnya menyimpan dua landak Jawa dari mertuanya, yang ia dapatkan dari kebun mereka. Karena cintanya terhadap hewan, Sukena menyimpan landak tersebut hingga berkembang menjadi empat. Namun, Polisi Daerah Bali akhirnya datang ke rumah Sukena di Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Badung, dan menemukan bahwa Sukena tidak memiliki izin untuk menyimpan landak Jawa. Keempat landak tersebut kemudian dibawa ke BKSDA Bali hingga Sukena ditetapkan sebagai terdakwa dalam persidangan. Setelah menjalani masa tahanan, dengan persetujuan majelis hakim, Sukena dilepaskan dari pusat tahanan untuk tahanan rumah mulai hari Kamis (12 September). Berita terkait: Pemerintah memperketat patroli siber untuk mencegah perdagangan hewan
Berita terkait: Mengapa sanksi yang lebih ketat penting untuk memeriksa perdagangan hewan dilindungi
Berita terkait: Kementerian menggagalkan perdagangan kulit harimau di Jambi
Penerjemah: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2024