Di tengah meningkatnya kasus demam berdarah, pemerintah provinsi Jakarta memutuskan untuk melepaskan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia untuk menghentikan penyebaran virus tersebut.
Strategi ini dianggap sebagai harapan baru untuk melawan ancaman penyakit tersebut. Dengan metode ini, Jakarta bertujuan untuk menghentikan siklus demam berdarah dan membangun kota yang lebih aman dan sehat bagi semua orang.
Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Ani Ruspitawati mencatat bahwa terjadi lonjakan tajam kasus demam berdarah sekitar Maret hingga Mei 2024. Tahun ini, Jakarta telah mencatat lebih dari 12 ribu kasus demam berdarah hingga bulan September.
Oleh karena itu, dinas kesehatan memutuskan untuk menggunakan metode Wolbachia, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1341 tentang implementasi metode tersebut sebagai inovasi penanganan demam berdarah.
Dalam rencana tersebut, nyamuk yang mengandung Wolbachia direncanakan akan dilepaskan pada tanggal 4 Oktober 2024, dimulai dari Kelurahan Kembangan Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.
Menurut Ruspitawati, Jakarta Barat dipilih sebagai lokasi pertama karena jumlah kasus demam berdarah di sana tertinggi dibandingkan dengan daerah lain.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Riris Andono Ahmad menjelaskan bahwa bakteri Wolbachia adalah bakteri alami yang hidup di serangga.
Bakteri tersebut hidup di beberapa serangga, seperti lalat, nyamuk, kupu-kupu, dan capung. Cara reproduksi serangga tersebut juga dapat memengaruhi bakteri atau sebaliknya.
Jika serangga jantan yang mengandung Wolbachia kawin dengan serangga betina yang tidak mengandung Wolbachia, telur mereka tidak menetas. Dengan demikian, metode Wolbachia dapat mengendalikan populasi nyamuk.
Namun, jika serangga betina mengandung Wolbachia atau ketika kedua serangga jantan dan betina mengandung Wolbachia, bakteri tersebut akan diturunkan kepada keturunan mereka.
Di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, bakteri tersebut dapat mengendalikan replikasi virus demam berdarah.
Oleh karena itu, jika hampir semua nyamuk Aedes aegypti mengandung Wolbachia, kemampuan mereka untuk menyebarkan virus demam berdarah akan menurun.
Para ahli telah menjamin bahwa metode ini aman, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Hal ini berbeda dengan penggunaan bahan kimia untuk mengatasi penyebaran virus karena dapat menimbulkan dampak yang tidak ramah lingkungan atau berkelanjutan.
Dinas Kesehatan Jakarta menjamin bahwa bakteri Wolbachia tidak ditularkan dari nyamuk Aedes aegypti kepada manusia.
Kepala pelaksana tugas bidang pencegahan dan pengendalian penyakit, Maryati Kasiman, menjelaskan bahwa telur nyamuk Aedes aegypti dengan Wolbachia tidak ditularkan melalui probosisnya.
Oleh karena itu, manusia yang digigit nyamuk Aedes aegypti dengan Wolbachia tidak terkena penyakit tertentu.
Menurut Kasiman, nyamuk Aedes aegypti dengan Wolbachia terlihat sama dengan nyamuk Aedes aegypti tanpa bakteri tersebut. Oleh karena itu, orang tidak dapat membedakannya. Namun, dia mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir.
Menurut penelitian, ada perbedaan antara area yang dipilih sebagai lokasi penyebaran nyamuk yang mengandung Wolbachia dan yang tidak.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan bahwa metode Wolbachia telah terbukti efektif di Yogyakarta.
Dia mencatat bahwa sejak pertama kali diterapkan pada tahun 2017, metode ini telah membantu mengurangi insiden demam berdarah sebesar 77 persen. Selain itu, terjadi penurunan hingga 86 persen dalam jumlah rawat inap.
Penurunan rawat inap telah membantu negara menghemat anggaran yang selama ini dialokasikan untuk program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Metode pelepasan nyamuk
Dinas Kesehatan Jakarta telah menyiapkan 800 rumah di mana ember yang berisi telur nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia akan ditempatkan.
Kasiman mengatakan bahwa ember harus dimonitor untuk memastikan telur menetas.
Ember tersebut relatif kecil, mirip dengan ukuran toples selai kacang, dan tidak akan menjadi target petugas selama eliminasi sarang nyamuk untuk mengurangi penyebaran demam berdarah.
Proses menetas telur membutuhkan waktu sekitar dua minggu. Setelah itu, ember telur akan ditempatkan kembali. Hal ini akan dilakukan secara terus-menerus selama enam bulan.
Namun, dibutuhkan waktu yang lama untuk melihat manfaat dari program ini — sekitar dua tahun.
Dinas tersebut mengatakan bahwa pemerintah provinsi Jakarta dapat memperpanjang pelepasan nyamuk dengan Wolbachia lebih dari enam bulan jika target populasi nyamuk tidak tercapai.
Alasan untuk optimisme
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, Elva Farhi Qolbina, menyatakan optimisme bahwa metode Wolbachia akan mengurangi penyebaran demam berdarah di Jakarta.
Untuk itu, legislator mendorong Dinas Kesehatan Jakarta untuk memantau dengan intensif uji coba pelepasan nyamuk.
Sementara itu, seorang warga, Giga, 25 tahun, menyetujui program tersebut, mencatat bahwa metode itu berhasil mengurangi 90 persen nyamuk Aedes aegypti di Singapura.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus meningkatkan penyebaran informasi mengenai metode Wolbachia. Dengan demikian, masyarakat akan memiliki pemahaman yang lebih baik dan mendukung metode tersebut demi kebaikan semua orang.