Jumat, 10 Mei 2024 – 17:27 WIB
Gaza – Pasukan Israel membombardir wilayah Rafah, pada Kamis, 9 Mei 2024. Serangan itu terjadi ketika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengabaikan ancaman Presiden AS, Joe Biden untuk menahan pasokan senjata ke Israel jika Tel Aviv nekat untuk menyerang kota Gaza selatan.
Baca Juga :
Heboh Israel Grebek Kantor Al Jazeera di Nazareth, Sejumlah Peralatan Disita
Seorang pejabat senior Israel mengatakan pada Kamis malam bahwa perundingan perdamaian terbaru di Kairo telah berakhir, dan Israel akan melanjutkan operasinya di Rafah dan bagian lain Jalur Gaza sesuai rencana.
VIVA Militer: Pasukan Israel di perbatasan Gaza-Mesir
Baca Juga :
Netanyahu Tidak Takut Soal Ancaman AS Mengenai Pasokan Senjata
Israel juga telah mengajukan keberatannya kepada mediator mengenai proposal Hamas untuk kesepakatan pembebasan sandera.
“Jika harus, kami akan berjuang dengan sekuat tenaga,” kata Netanyahu dalam pernyataan video.
Baca Juga :
Respon Kim Kardashian Saat Diteriaki Free Palestine Tuai Sorotan
\”Kita punya lebih dari sekadar kuku jari kita,\” sambungnya, dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 10 Mei 2024.
Di Gaza, kelompok militan Palestina Hamas dan Jihad Islam mengatakan pejuang mereka menembakkan roket anti-tank dan mortir ke tank-tank Israel yang berkumpul di pinggiran timur kota tersebut.
Warga dan petugas medis di Rafah, daerah perkotaan terbesar di Gaza yang belum dikuasai oleh pasukan darat Israel, mengatakan serangan Israel di dekat sebuah masjid menewaskan sedikitnya tiga orang dan melukai lainnya.
Rekaman video dari lokasi kejadian menunjukkan sebuah menara rubuh, dan dua jenazah terbungkus selimut.
Serangan udara Israel terhadap dua rumah di lingkungan Sabra di Rafah juga menewaskan sedikitnya 12 orang, termasuk wanita dan anak-anak.
Di antara korban tewas adalah seorang komandan senior Brigade militan Hamas, Al-Mujahidin dan keluarganya, serta keluarga pemimpin kelompok lainnya, kata petugas medis, kerabat dan kelompok tersebut.
Israel mengatakan militan Hamas bersembunyi di Rafah, dimana populasi di daerah itu telah membengkak karena ratusan ribu warga Gaza mencari perlindungan.
Di Amerika Serikat (AS), Gedung Putih mengulangi harapannya bahwa Israel tidak akan melancarkan operasi penuh di Rafah. Mereka juga menambahkan bahwa pihaknya tidak yakin hal itu akan memajukan tujuan Israel untuk mengalahkan Hamas.
“Menabrak Rafah, dalam pandangan (Presiden Biden), tidak akan mencapai tujuan tersebut,” kata juru bicara John Kirby.
Kirby mengatakan Hamas telah mendapat tekanan signifikan dari Israel dan ada pilihan yang lebih baik untuk memburu sisa-sisa kepemimpinan kelompok tersebut dibandingkan melakukan operasi yang berisiko besar terhadap warga sipil.
Sebagai informasi, serangan Israel di Gaza telah menewaskan hampir 35.000 warga Palestina dan melukai hampir 80.000 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, kata kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas.
Mereka melancarkan serangannya sebagai respons terhadap serangan lintas batas oleh militan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober lalu, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 252 orang.
Sebanyak 128 sandera masih berada di Gaza dan 36 orang dinyatakan tewas, menurut laporan terbaru.
Halaman Selanjutnya
Warga dan petugas medis di Rafah, daerah perkotaan terbesar di Gaza yang belum dikuasai oleh pasukan darat Israel, mengatakan serangan Israel di dekat sebuah masjid menewaskan sedikitnya tiga orang dan melukai lainnya.