Jumat, 13 Juni 2025 – 20:02 WIB
Yogyakarta, VIVA – Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) menyelenggarakan konferensi internasional dengan judul International Conference on Sustainable Natural Products in Healthcare (ICSNPH) 2025.
Bukan hanya acara ilmiah biasa, pertemuan ini jadi tempat bertemunya peneliti, industri, dan regulator dari 15 negara. Mereka bersama-sama mencari cara supaya bahan alami tidak cuma berhenti di lab, tapi bisa sampai ke pasien.
Dengan tema “Interdisciplinary Approaches from Lab to Clinical Breakthroughs”, konferensi ini menampilkan 85 hasil riset, mulai dari inovasi pengiriman obat pakai nanoteknologi sampai praktik farmasi klinis di Asia Tenggara.
"Kolaborasi ini penting biar produk herbal Indonesia bisa dipakai lebih luas dan efektif di layanan kesehatan nasional," kata Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Rizka Andalusia, Jumat (13/6/2025).
Ilmuwan dari Malaysia, Thailand, dan pelaku industri juga bahas tantangan nyata, seperti regulasi yang tumpang-tindih, uji klinis yang lama, sampai ekspor produk herbal Indonesia yang cuma capai US$ 180 juta per tahun—jauh di bawah potensinya.
Indonesia punya 40.000 spesies tanaman, dan sekitar 9.600 di antaranya punya khasiat medis. Tapi, potensi ini belum jadi kekuatan industri karena tantangan dari berbagai sisi, mulai dari lab yang belum terintegrasi dengan klinik sampai pasar yang masih terhambat regulasi.
"Kami ingin USD jadi pusat pertukaran ide inovatif dalam pemanfaatan produk alami buat kesehatan," ujar Dekan Farmasi USD, Dr. apt. Dewi Setyaningsih, M.Sc.
Di balik banyaknya makalah ilmiah yang dibahas, nyatanya industri kesehatan Indonesia masih sangat tergantung pada produk impor. Padahal, dengan pendekatan sains dan kerja sama multisektor, Indonesia bisa mandiri di bidang farmasi—tidak hanya sebagai pengguna, tapi juga produsen yang bersaing global.
Selain itu, tantangan regulasi juga jadi sorotan. Produk herbal lokal meski potensial, sering mentok di uji klinis atau terhambat birokrasi.
"Perlu kerja sama erat antara peneliti, industri, dan pemerintah buat atasi ini," kata Apt. Agustina Setiawati, Ketua Panitia ICSNPH 2025.
Konferensi ini cuma berlangsung satu hari, tapi semangatnya jauh lebih besar dari itu. Dalam setiap diskusi, terlihat tekad bahwa masa depan produk herbal tidak bisa cuma jadi wacana atau simbol kearifan lokal di museum.
Hasil konferensi akan dibukukan dalam prosiding ilmiah yang terbuka untuk komunitas global. Tapi lebih dari itu, acara ini jadi pengingat bahwa Indonesia tidak boleh ketinggalan lagi dalam lomba inovasi berbasis alamnya sendiri.
"Kami ingin menjadikan USD sebagai pusat pertukaran gagasan inovatif dalam pemanfaatan produk alami untuk kesehatan," kata Dekan Farmasi USD, Dewi Setyaningsih.