Jakarta (ANTARA) – Kitab Suci mengajarkan bahwa setelah berdoa kepada Tuhan, manusia dipanggil untuk "menyebar ke seluruh bumi dan mencari karunia-Nya," menemukan berkah di mana pun mereka hidup dan bekerja.
Sepanjang sejarah, orang-orang telah mengejar peluang tidak hanya di tanah air tetapi juga di mana pun perjalanan mereka membawa, mengabdikan hidup untuk tujuan yang lebih besar.
Penduduk Nusantara telah lama menjawab panggilan ini, merantau keluar dari tempat kelahiran, dan seringkali keluar negeri, untuk membangun penghidupan baru. Banyak yang memilih menetap dan berkeluarga di luar negeri, sambil tetap menjaga ikatan yang dalam dan hubungan abadi dengan Indonesia.
Menurut perkiraan pemerintah, diaspora Indonesia berjumlah antara 6 hingga 9 juta orang, termasuk yang masih berkewarganegaraan Indonesia maupun mantan WNI serta keturunannya. Ini membuat besarnya diaspora Indonesia setara dengan seluruh populasi Austria.
Komunitas global sebesar ini menyimpan potensi signifikan bagi pembangunan Indonesia. Dengan paparan yang lebih luas terhadap keterampilan, pengetahuan, jaringan, dan peluang keuangan di luar negeri, diaspora berada dalam posisi yang baik untuk menjadi mitra berharga dalam memajukan kemajuan ekonomi dan sosial bangsa.
Menurut Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu, Heru Hartanto Subolo, agenda Astacita Presiden Prabowo Subianto mengakui diaspora Indonesia sebagai mitra penting untuk memperkuat kepentingan ekonomi, memperluas jaringan global, dan meningkatkan daya saing bangsa.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 juga menempatkan diaspora Indonesia sebagai salah satu pilar dalam memajukan diplomasi nasional.
Menurut RPJMN, pemerintah Indonesia harus bekerja memajukan "Astacita dan diplomasi ekonomi" sebagai fondasi hubungan internasional Indonesia, dengan mengoptimalkan peran diaspora Indonesia, selain mencari partisipasi aktif di forum internasional dan mengembangkan postur diplomasi.
Merangkul Diaspora
Untuk melaksanakan komitmen pada diaspora, sebagaimana diamanatkan RPJMN, pemerintah Indonesia bekerja intensif untuk lebih melibatkan diaspora dengan menjamin hak-hak mereka dalam pembangunan nasional.
Di sektor hukum, DPR telah menetapkan revisi UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan sebagai salah satu RUU prioritas di 2026. Salah satu tujuan revisi adalah memperkuat keterlibatan antara pemerintah dan diaspora.
Revisi itu juga bertujuan mendefinisikan ulang peran diaspora Indonesia dari sekadar "WNI di luar negeri" atau "keturunan asing orang Indonesia" menjadi mitra kunci dalam pembangunan nasional melalui pengakuan hukum yang inklusif.
Upaya memperkuat status diaspora dalam pemerintahan juga terlihat dengan pembentukan Direktorat Urusan Diaspora di Kemlu, yang aktif di bawah Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik.
Direktorat baru yang dikepalai Direktur Devdy Risa ini telah mulai bergerak merancang strategi besar untuk mendorong keterlibatan diaspora dalam pembangunan nasional.
Dia menjelaskan strategi ini bertujuan mengidentifikasi dan mengoptimalkan potensi diaspora Indonesia di berbagai sektor, menyusun model tata kelola, dan membuat rekomendasi kebijakan serta peta jalan jangka pendek, menengah, dan panjang.
Langkah signifikan lain juga telah dimulai oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, dengan skema "Global Citizenship of Indonesia" (GCI) yang menargetkan diaspora yang ingin terhubung kembali dengan Indonesia setelah melepas kewarganegaraan Indonesianya.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto mengatakan GCI akan menjadi "solusi untuk mengatasi isu dwikewarganegaraan dengan memberikan hak tinggal luas bagi warga negara asing yang memiliki ikatan kuat dengan Indonesia." Indonesia melarang dwikewarganegaraan.
Menurut kementerian, GCI adalah izin tinggal "tidak terbatas" bagi WNA yang memiliki hubungan darah, kekerabatan, sejarah, atau hubungan kuat dengan Indonesia. Dokumen ini memberikan hak bagi subyek asing untuk berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia.
Selain mengatasi isu hukum, Indonesia juga memperkuat keterlibatannya dengan diaspora di sektor lain, seperti pendidikan dan ekonomi kreatif.
Kementerian Ekonomi Kreatif, contohnya, membentuk "1,000 Creative Diaspora" sebagai platform digital untuk mendaftarkan, memetakan, dan menghubungkan diaspora kreatif Indonesia di seluruh dunia. Sementara itu, Kementerian Pendidikan Tinggi berjanji memfasilitasi diaspora bergelar doktor untuk mengajar di universitas Indonesia.
Langkah ke Depan
Dalam tahun-tahun terakhir, aspirasi diaspora Indonesia untuk memperdalam keterlibatan dengan tanah airnya semakin terlihat. Aspirasi ini mencakup pembentukan lembaga khusus diaspora, kerangka investasi dan tinggal yang ditingkatkan, dan pembentukan konstituen luar negeri khusus di DPR.
Menyadari pentingnya ide-ide ini, pemerintah Indonesia telah mulai menanganinya selangkah demi selangkah, berupaya memperkuat pengakuan formal diaspora dan memperluas perannya dalam tata kelola nasional.
Misalnya, Direktorat Diaspora Kemlu berencana membentuk sistem "Data Tunggal Diaspora", mulai tahun depan, untuk mengintegrasikan data diaspora Indonesia di berbagai lembaga pemerintah.
Kemlu juga memproyeksikan pembentukan lembaga diaspora nasional pada 2029. Lembaga ini akan mengawasi urusan diaspora dan memperkuat koordinasi antarkementerian dalam melayani dan mendukung WNI di luar negeri.
Usulan ini didukung oleh Mantan Wakil Menlu Dino Patti Djalal, yang mencatat bahwa lembaga semacam itu adalah salah satu aspirasi kunci yang terus disuarakan diaspora Indonesia.
Menurut Djalal, peran diaspora dalam pembangunan nasional semakin diakui, terutama karena Presiden Prabowo Subianto menetapkan target ambisius mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen pada akhir masa jabatannya.
Djalal, yang juga menjabat penasihat Indonesia Diaspora Network (IDN) Global, mendorong pemerintah mengoptimalkan semua potensi dari diaspora, karena dukungan pemerintah dapat memotivasi lebih banyak diaspora untuk berkontribusi pada pembangunan nasional dan kemajuan global.
Sementara itu, pakar hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menyoroti bahwa pengalaman dan pengetahuan kaya diaspora Indonesia, yang diperoleh melalui interaksi mereka di luar negeri, dapat memberikan perspektif yang lebih nuansa pada pendekatan pembangunan nasional.
"Selaras dengan kehidupan mereka di luar Indonesia, diaspora memiliki pemahaman seimbang tentang perkembangan di negara asal dan di negara tempat mereka tinggal saat ini," kata Rezasyah.
Akademisi itu bahkan menggambarkan diaspora sebagai "jembatan spiritual" yang menghubungkan pemerintah dan masyarakat Indonesia dengan komunitas dan pemangku kepentingan di luar negeri.
Meski banyak yang telah mengubah status kewarganegaraan atau tempat tinggal setelah pindah ke negara baru, rasa sayang, rindu, dan keterikatan mendalam pada tanah kelahiran mereka tetap kuat.
Simpati yang abadi ini telah menginspirasi banyak orang untuk berkontribusi pada Indonesia, baik mereka memandangnya sebagai tanah air maupun tanah leluhur. Dengan aspirasi mendalam mereka untuk mendukung bangsa, mari kita sambut mereka dengan hangat, menawarkan karpet merah sejati dengan mengakui peran dan kontribusi vital mereka bagi pembangunan nasional Indonesia.
Berita terkait: Indonesia akan permudah aturan bagi diaspora PhD untuk mengajar di universitas
Berita terkait: Duta Besar Indonesia baru gerakkan diaspora perkuat hubungan dengan AS
Berita terkait: Kongres diaspora soroti budaya nasional, inovasi
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025