Jakarta (ANTARA) – Indonesia rencananya akan berhenti mengandalkan garam impor pada tahun 2027, kata Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan Didit Herdiawan pada Selasa.
“Program kami untuk 2027 adalah tidak lagi mengimpor garam. Namun, tahun ini dan tahun depan, impor masih akan diperlukan,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi IV DPR di Jakarta.
Untuk mempercepat swasembada garam, Kementerian Kelautan dan Perikanan menjalankan program untuk mendongkrak produksi dalam negeri.
Kebutuhan nasional akan garam mentah pada 2024 dan 2025 diperkirakan mencapai 4,9 juta ton, dengan asumsi pertumbuhan tahunan sebesar 2,5 persen karena pertambahan penduduk dan sektor industri.
Untuk tahun 2025, produksi domestik ditargetkan sebanyak 2,25 juta ton. Ditambah dengan sisa stok 836.000 ton, pasokan lokal diharapkan dapat memenuhi 63 persen dari total kebutuhan.
Koswara, Dirjen Kelautan dan Pengelolaan Ruang, menjelaskan bahwa dua program kunci akan mendukung swasembada garam: mendirikan Pusat Industri Garam Nasional seluas 13.000 hektar di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, dan mengintensifkan daerah-daerah penghasil garam yang sudah ada.
Pusat baru itu bisa menaikkan produksi hingga 2,6 juta ton, sementara intensifikasi diperkirakan dapat meningkatkan hasil hingga 30 persen.
Koswara mencatat bahwa meskipun kebutuhan konsumsi rumah tangga sudah terpenuhi secara domestik, produksi garam industri masih kurang.
“Kami sebenarnya sudah swasembada untuk garam konsumsi. Tantangannya terletak pada garam industri, yang masih memerlukan impor,” katanya.
Berita terkait: NTB’s Salt Boom: Downstreaming pushes toward 2027 self-sufficiency
Berita terkait: Indonesia opens investment for National Salt Hub in Rote Ndao
Penerjemah: Arie Novarina
Editor: Anton Santoso
Hak Cipta © ANTARA 2025