Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia berencana mengembangkan teknologi berbasis kabel optik bawah laut untuk meningkatkan akurasi dan jangkauan sistem peringatan dini tsunami nasional, terutama yang dipicu oleh aktivitas seismik di zona megathrust.
Inisiatif ini merupakan bagian dari kolaborasi inovatif antara Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Telkom Indonesia serta akan diintegrasikan dengan sistem peringatan dini tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Penelitian inovasi teknologi ini diperlukan untuk memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang ada,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta pada Jumat.
Dia mencatat bahwa kabel optik bawah laut saat ini menjadi solusi untuk memperluas jaringan sensor tsunami di perairan Indonesia dan sekitarnya, selain berfungsi sebagai media pertukaran data, informasi, dan telekomunikasi.
Dia menjelaskan bahwa penggunaan kabel optik untuk mendeteksi perubahan tekanan atau gelombang bawah laut sebagai indikator dini tsunami juga dianggap relevan, mengingat keberadaannya yang luas di perairan Indonesia.
“Jika kabel optik ini bisa mendeteksi tsunami, maka sensor dapat didistribusikan lebih merata di seluruh wilayah, termasuk daerah laut yang saat ini tidak memiliki sistem deteksi,” kata Karnawati.
Berita terkait: Sensor tambahan BMKG untuk tingkatkan sistem peringatan dini tsunami
Namun, untuk benar-benar menguji akurasi dan keandalannya, teknologi kabel optik bawah laut harus melalui uji kelayakan dan kesesuaian dengan standar nasional sebelum diintegrasikan ke dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS), tambahnya.
Indonesia dikelilingi oleh 13 zona megathrust, sebagaimana tertera pada peta sumber bahaya gempa 2017 (PuSGen). Dua di antaranya adalah zona megathrust Selat Sunda, yang sebagian membentang di selatan Jawa dan Bali, serta zona megathrust Mentawai-Siberut di Sumatera Barat.
Ahli BMKG percaya zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut menjadi ancaman bencana paling signifikan, karena gempa besar dapat terjadi kapan saja. Berdasarkan data di segmen ini, tidak ada gempa besar yang tercatat selama ratusan tahun.
“Sistem peringatan dini tsunami tidak hanya melibatkan teknologi tetapi juga kecepatan respons, akurasi informasi, dan keselamatan jutaan nyawa. Karena itu, integrasi teknologi harus memenuhi standar ketat,” tegas Karnawati.
BMKG telah menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi validasi dan integrasi teknologi kabel optik bawah laut ke dalam sistem nasional guna mendukung kolaborasi penelitian dan industri untuk melindungi masyarakat dari risiko bencana.
Berita terkait: BMKG dan JICA berkolaborasi kembangkan sistem peringatan dini gempa dan tsunami
Penerjemah: M. Riezko Bima, Resinta Sulistiyandari
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Hak Cipta © ANTARA 2025