Jakarta (ANTARA) – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sedang meningkatkan upaya untuk memperkuat sinergi dalam Aksi Tanggap Peringatan Dini (AMPD) guna menghadapi risiko bencana yg semakin kompleks.
“Kami beralih dari respons reaktif ke pendekatan antisipatif yang lebih sistematis dan terkoordinasi,” ujar Lilik Kurniawan, Wakil Menteri bidang Koordinasi Penanganan Bencana dan Konflik Sosial, dalam pernyataan resmi pada Jumat (12/1).
Dia menjelaskan bahwa AMPD merupkan pendekatan strategis utk meminimalisir dampak kemanusiaan sebelum bencana terjadi.
Kurniawan menekankan bahwa metode tanggap darurat tradisional sudah tidak memadai lagi, sehingga perlu perubahan paradigma menuju aksi proaktif dan terstruktur yg melibatkan semua pemangku kepentingan sejak awal.
Mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dia menyebut Indonesia mengalami 2.093 kejadian bencana pada 2024, dengan banjir mendominasi sebanyak 1.077 kasus atau 51 persen dari total.
“Ini menunjukkan perlunya kesiap siagaan yg lebih baik dan langkah preventif bersama,” katanya.
Pendekatan AMPD menggabungkan tiga elemen penting: sistem peringatan dini yang efektif, aksi antisipatif konkret, dan pendanaan yg mudah diakses serta siap pakai.
Kurniawan mengatakan ketiga komponen ini sangat penting untuk mengurangi dampak bencana dan mempercepat pemulihan.
“AMPD bukan sekadar agenda teknokratis, tapi mencerminkan komitmen nasional untuk pembangunan inklusif berbasis risiko,” tambahnya.
Kemenko PMK menegaskan kembali komitmennya untuk menjaga koordinasi lintas sektor dan meningkatkan ketahanan masyarakat, terutama kelompok rentan.
Berita terkait: Perencanaan pembangunan harus pertimbangkan risiko bencana: Pemerintah
Berita terkait: BMKG tingkatkan sistem peringatan dini pemicu bencana
Penerjemah: Lintang Budiyanti, Raka Adji
Editor: Anton Santoso
Hak Cipta © ANTARA 2025