Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kesehatan Indonesia sedang mereformasi sistem pendidikan dokter spesialis di negara tersebut dengan mengadopsi standar internasional dari Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME), dengan tujuan meningkatkan kualitas dan mempercepat produksi dokter spesialis.
Selama rapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) pada hari Selasa, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa sistem baru telah diterapkan dalam fase pertama melalui enam rumah sakit pengajar utama yang mengelola program pendidikan medis spesialis (PPDS).
“Model baru ini menggunakan sistem ACGME, yang transparan, berbasis digital, dan bebas dari budaya senioritas. Semuanya didorong oleh sistem—tidak ada ruang untuk bias pribadi atau nepotisme,” jelas Sadikin.
Beliau menekankan bahwa reformasi sangat diperlukan karena kekurangan dokter spesialis di Indonesia. Meskipun memiliki populasi lima kali lebih besar dari Britania Raya, Indonesia hanya menghasilkan sekitar 2.700 dokter spesialis setiap tahun, dibandingkan dengan 6.000 di Britania Raya.
Sadikin mengidentifikasi akar masalahnya sebagai struktur ketinggalan zaman dari pelatihan spesialis Indonesia, yang bersifat akademis daripada profesional. Dalam sistem saat ini, para peserta pelatihan harus meninggalkan pekerjaan mereka dan membayar biaya kuliah hingga puluhan ribu dolar AS.
“Di negara lain, peserta pelatihan spesialis terus bekerja di rumah sakit sambil mengembangkan keterampilan mereka,” katanya. “Di sini, mereka berhenti bekerja, membayar biaya tinggi, dan setelah lulus, mereka harus mencari pekerjaan lagi. Model ini hanya ada di Indonesia.”
Beliau menyatakan keyakinannya bahwa sistem berbasis ACGME akan memungkinkan peserta pelatihan untuk terus bekerja sambil mengejar pendidikan mereka.
Model ACGME sudah digunakan di lebih dari 900 rumah sakit pengajar di Amerika Serikat, mendukung sekitar 162.000 resident aktif. Model ini juga telah diadopsi oleh negara-negara seperti Singapura dan Arab Saudi.
“Singapura menghadapi tantangan serupa pada awal tahun 2000-an dan menggunakan sistem ACGME selama 15 tahun untuk mereformasi pendidikan medisnya. Pendekatan ini terbukti—bukan eksperimental,” katanya.
Sadikin menambahkan bahwa sementara sistem PPDS tradisional tetap ada, pemerintah sedang menerapkan model baru secara paralel untuk membantu menutup kesenjangan dokter spesialis.
“Tujuan kami sederhana: menghasilkan dokter spesialis yang berkualitas internasional melalui sistem pendidikan yang adil, transparan, dan kurang membebani,” tegasnya.
Berita terkait: Layanan kesehatan tidak terganggu saat penangguhan sementara PPDS Unpad: pemerintah
Berita terkait: Pemerintah Indonesia mewajibkan tes kesehatan mental bagi mahasiswa PPDS
Penerjemah: M. Riezko Bima, Resinta Sulistiyandari
Editor: Anton Santoso
Hak cipta © ANTARA 2025