Minister Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, menegaskan perlunya penyesuaian metode pengukuran inventarisasi lahan di Indonesia agar sesuai dengan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Pernyataannya menyusul partisipasinya dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo dan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Andreas Bjelland Eriksen. Diskusi tersebut berpusat pada strategi pengurangan emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan.
Bakar menekankan bahwa meskipun Norwegia bukan anggota UE, dukungan mereka sangat penting untuk menjelaskan regulasi, terutama mengenai produk kelapa sawit Indonesia. “Dalam mengimplementasikan EUDR, Uni Eropa memperkenalkan alat untuk inventarisasi lahan dan hutan. Namun, jika metode GFW (Global Forest Watch) digunakan, kesalahan signifikan terjadi di Indonesia,” katanya.
Observasi lapangan, yang dilakukan bersama World Research Institute (WRI), menegaskan perlunya menyesuaikan pendekatan pengukuran yang digunakan di Indonesia, tambahnya. Bakar menjamin bahwa Indonesia secara aktif menangani regulasi tersebut, yang melarang komoditas dan produk pertanian yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.
EUDR juga mewajibkan pemasok untuk mengungkapkan koordinat lahan tempat komoditas dan produk mereka berasal.
Berita terkait: Presiden Jokowi, menteri Norwegia bahas kerja sama, minyak kelapa sawit
Berita terkait: Indonesia menyerukan aturan penjagaan yang adil dari Inggris mengenai minyak kelapa sawit
Translator: Prisca Triferna, Raka Adji
Editor: Anton Santoso
Hak Cipta © ANTARA 2024