Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, telah menandatangani Surat Kehendak (LoI) dengan Menteri Perubahan Iklim Selandia Baru, Simon Watts. Kerjasama ini bertujuan untuk memperkuat tata kelola karbon dan mengembangkan pasar karbon di kedua negara.
“Selandia Baru adalah tetangga kita, dan kami menandatangani LoI ini agar dapat memperkuat tata kelola dan pasar karbon,” ujar Nurofiq pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belém, Brasil, pada Selasa waktu setempat.
Menteri menegaskan bahwa Indonesia aktif menerapkan kerangka kerja tata kelola karbon yang kuat dan mengembangkan pasar karbon domestik. Hal ini dilakukan untuk mendorong pengurangan emisi melalui mekanisme ekonomi yang efisien.
Dalam pertemuan tersebut, kedua menteri saling bertukar pandangan mengenai isu-isu lingkungan dan perubahan iklim utama yang menjadi perhatian bersama.
“Kami bertekad untuk mewujudkan komitmen global menjadi tindakan nyata dan terukur di lapangan,” tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, sebagai bukti nyata komitmennya, Indonesia telah secara resmi mengajukan Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Dokumen ini mencerminkan ambisi yang lebih tinggi dalam mitigasi dan adaptasi iklim.
Menteri Nurofiq terus mengintensifkan pertemuan bilateral dengan sejumlah negara selama COP30. Tujuannya adalah meningkatkan kerjasama antarnegara dalam mengatasi perubahan iklim.
Pertemuan bilateral telah dilaksanakan antara Indonesia dengan Selandia Baru, Finlandia, China, Jerman, Austria, Inggris, Jepang, Republik Demokratik Kongo, Swedia, Brasil, dan Norwegia.
Pemerintah Indonesia mentargetkan transaksi hingga 90 juta ton CO2 dengan nilai total Rp16 triliun dari perdagangan karbon selama COP30. Konferensi ini berlangsung dari 10 hingga 21 November.
Untuk mencapai target ini, sesi ‘Seller Meet Buyer’ diadakan di Paviliun Indonesia di COP30. Sesi ini mempertemukan penjual kredit karbon, calon pembeli, dan para investor.