Jakarta (ANTARA) – Indonesia berencana mengangkat empat isu prioritas yang akan dibahas dalam Forum Indonesia-Afrika ke-2 (IAF), berfokus pada sektor ekonomi, dengan target kesepakatan bisnis hingga US$3,5 miliar. “Untuk kerja sama swasta-bumn antara Indonesia dan Afrika, targetnya adalah US$3,5 miliar. Sampai saat ini, telah mencapai hampir US$3 miliar,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Pahala N. Mansury dalam pertemuan mengenai IAF ke-2 di sini, Kamis.
Target kesepakatan bisnis diharapkan dapat tercapai melalui empat isu prioritas, yaitu pertama, sektor ketahanan pangan. Indonesia memiliki peluang untuk berkerjasama dengan Afrika sebagai pasar non-tradisional. Afrika memiliki potensi, seperti lahan luas dan iklim yang baik, serta potensi untuk perdagangan dan rantai pasok di sektor pangan, yaitu pengembangan pupuk dan biofuel.
“Demikian juga di bidang pangan. Sampai saat ini, PTPN (perusahaan perkebunan milik negara) dan ID Food (penyelenggaraan makanan milik negara) cukup aktif, dan tentu saja, kami ingin mereka terus,” katanya.
Isu prioritas kedua adalah ketahanan energi. Mansury mengatakan bahwa Afrika memiliki 10 persen cadangan minyak dunia. Selain energi fosil, juga terdapat potensi besar untuk kerja sama di bidang energi terbarukan.
“Kami berharap akan ada beberapa perkembangan dalam sumber energi baru dan terbarukan, seperti surya dan panas bumi. Mereka masih dieksplorasi dan diharapkan bisa diselesaikan,” katanya dalam pertemuan dengan Forum Pemimpin Redaksi.
“Selain itu, perluasan pengembangan hulu minyak dan gas juga salah satu hal yang kami harapkan bisa dilakukan,” tambahnya.
Di sektor kesehatan, Indonesia dan Afrika dikatakan memiliki kebutuhan tinggi akan obat-obatan, vaksin, dan alat medis. Wakil menteri menjelaskan bahwa ada beberapa bentuk kerja sama di bidang kesehatan, termasuk vaksin Polio buatan Indonesia yang dikirim ke Afrika.
Selain itu, keamanan mineral kritis adalah sektor keempat yang diprioritaskan dalam kerja sama kedua negara. Baik Indonesia maupun Afrika memiliki cadangan mineral kritis untuk transisi energi, seperti nikel, kobalt, grafit, dan mangan.
Menurut Mansury, potensi yang dapat dikembangkan termasuk rantai pasok untuk produksi komponen kendaraan listrik dan baterai.
“Oleh karena itu, 55 persen cadangan kobalt dunia berada di Afrika. Ini salah satu hal yang sesuai dengan upaya Indonesia untuk membangun hilir, terutama hilir mineral kritis,” katanya.
Indonesia akan menjadi tuan rumah IAF ke-2 di Nusa Dua, Bali, pada 1-3 September 2024, dengan tema Semangat Bandung untuk Agenda Afrika 2063, dengan enam kepala negara atau pemerintahan dari Afrika berencana hadir dalam acara tersebut.
IAF ke-2 diharapkan akan menghasilkan kerjasama di berbagai sektor antara Indonesia dan negara-negara Afrika, kesepakatan bisnis antara perusahaan swasta dan milik negara, serta desain untuk Kerja Sama Pembangunan dengan Afrika pada 2024-2029.
Berita terkait: Rwanda siap berpartisipasi dalam Forum Indonesia-Afrika ke-2: duta besar
Berita terkait: Indonesia akan meningkatkan ketahanan pangan, kerja sama energi dengan Afrika
Berita terkait: Kementerian mendukung liputan media Forum Indonesia-Afrika
Translator: Bayu Prasetyo, Raka Adji
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2024