Samarinda, Kalimantan Timur (ANTARA) – Sebuah percobaan pertanian di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang menggunakan sistem Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), berhasil meninggkatkan hasil panen padi dari 3,6 ton per hektare menjadi 6,2 ton, kata para pejabat pada Minggu.
Sistem yang terinspirasi LEISA ini, yang mencakup pengurangan input eksternal dan penggunaan alat pertanian digital seperti drone penyemprot, merupakan bagian dari strategi ketahanan pangan jangka panjang yang bertujuan untuk menstabilkan harga di Kalimantan Timur.
Budi Widihartanto, Kepala Kantor Bank Indonesia Kalimantan Timur, mengatakan hasil tersebut mencerminkan kenaikan produksi sebesar 74 persen di area percobaan di Desa Bukit Biru.
Dengan output beras yang lebih tinggi, pasokan pangan lokal diharapkan lebih mengandalkan sumber domestik, dan petani akan mendapat keuntungan secara ekonomis.
Widihartanto menambahkan bahwa LEISA meningkatkan efesiensi produksi dengan biaya yang lebih rendah.
Dua kelompok tani, Gapoktan Citarum dan Gapoktan Sukamaju, berpartisipasi dalam percobaan ini, mencapai hasil masing-masing sekitar 5,3 dan 7,23 ton per hektare, dengan rata-rata 6,2 ton.
Kantor Bank Indonesia (BI) Kalimantan Timur telah melakukan percobaan LEISA serupa di kabupaten lain termasuk Samarinda, Kutai Timur, Kutai Barat, dan Mahakam Ulu.
Inisiatif ini mendukung program nasional "Asta Cita Swasembada Pangan", yang bertujuan untuk swasembada pangan dengan memanfaatkan potensi daerah bantuan pemerintah daerah dan universitas.
Widihartanto juga mengatakan BI menyediakan alat-alat modern untuk kelompok tani, termasuk drone penyemprot, perangkat smart farming, sumur bor, dan fasilitas peternakan terpadu.
Panen pertama di bawah program ini berlangsung pada Mei 2025 dengan tindak lanjut pada September. BI memprediksi bahwa inflasi pangan Kalimantan Timur akan membaik dalam jangka menengah dan panjang melalui pasokan lokal yang lebih aman.
Menurut BI, cadangan beras pemerintah di gudang milik negara di Kalimantan Timur tercatat sekitar 3,9 juta ton pada awal September.