Harga gas, impor menekan industri keramik tile

Jakarta (ANTARA) – Harga gas yang tinggi dan masuknya barang impor murah telah menyebabkan penurunan baru-baru ini dalam industri keramik, menurut Kementerian Perindustrian.

Seorang pejabat fungsional untuk pengembangan industri di Direktorat Pengolahan Semen, Keramik, dan Mineral Non-logam (ISKPBGNL) Kementerian, Ashady Hanafie, mengatakan bahwa keramik adalah salah satu sektor industri prioritas karena daya saingnya yang tinggi.

“Lantai keramik menghadapi masalah serius. Kenaikan harga gas memperburuk situasi. Pada tahun 2015, industri ini makmur dengan daya saing tinggi,” katanya pada hari Selasa.

Ia mengatakan bahwa industri keramik, kaca, dan semen menggunakan gas dalam proses manufakturnya. Oleh karena itu, ketika harga gas melonjak, keramik domestik cenderung kalah bersaing dengan produk keramik impor.

“Segera setelah harga gas meningkat, kita tidak bisa bersaing. Kemudian yang impor muncul,” kata Hanafie.

Berdasarkan catatan Direktorat ISKPBGNL, pemanfaatan kapasitas produksi industri keramik telah mencapai 90 persen. Namun, karena kenaikan harga gas dan masuknya impor murah, produktivitas lantai keramik turun menjadi 69 persen pada akhir 2023.

Angka tersebut terus menurun, dengan produktivitas turun menjadi 64 persen pada Januari 2024 dan 61 persen pada Februari.

Harga gas alam telah ditetapkan sebesar US$6 per MMBTU. Selain itu, biaya produksi keramik naik sebesar 5–6 persen menyusul kenaikan harga bahan bakar, yang mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Sementara itu, volume impor lantai keramik dilaporkan terus meningkat pada tahun 2019, dari 75,6 juta meter persegi menjadi 93,4 juta meter persegi pada 2023, meskipun turun menjadi 70,2 juta meter persegi pada 2022, kata Hanafie.

Ia mengatakan bahwa produk lantai keramik dari China diberikan insentif pengembalian pajak sebesar 14 persen oleh pemerintah.

MEMBACA  Strategi Lippo Karawaci dalam Mendorong Pembuatan Nilai melalui Recycle Limbah

Lonjakan impor telah mempengaruhi tujuh perusahaan industri lantai keramik, yang telah menghentikan produksi. Lima dari perusahaan tersebut adalah penerima fasilitas HGBT (Harga Khusus Gas Bumi), tambahnya.

Oleh karena itu, Kementerian mendukung rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) pada produk lantai keramik dari China.

“Kami menerapkan langkah-langkah perdagangan dalam bentuk anti-dumping mulai 15 Maret 2023. Pada Juli 2024, rekomendasi BMAD selama 5 tahun telah dikeluarkan dan tarifnya akan antara 100,12 persen hingga 199,88 persen,” ungkap Hanafie.

Berita terkait: Setiap negara berhak menetapkan bea masuk: Menteri Perdagangan

Berita terkait: RI, China sepakat untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi ekspor

Penerjemah: Maria Cicilia G P, Resinta Sulistiyandari
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak cipta © ANTARA 2024