Hanung Bramantyo Murka, Pertanyakan Kemampuan ‘Merah Putih One For All’ Menyalip 200 Antrean Film

Selasa, 12 Agustus 2025 – 07:16 WIB

VIVA – Industri film Indonesia jadi sorotan lagi setelah sutradara terkenal Hanung Bramantyo kasih kritikan pedas ke film animasi Merah Putih: One For All.

Baca Juga:
Deddy Corbuzier Tak Masalah Bendera One Piece Berkibar, Asal Jangan di Atas dan Lebih Besar dari Merah Putih

Di unggahan medsos yang viral, Hanung nggak cuma pertanyain kualitas film itu, tapi juga singgung soal gimana film ini bisa dapat jadwal tayang di bioskop padahal ada lebih dari 200 film Indonesia lain yang antri. Kritikannya bikin banyak orang diskusiin soal standar kualitas dan transparansi di industri film Indonesia.

Dengan pengalaman puluhan tahun, Hanung blak-blakan sebut anggaran produksi Merah Putih: One For All cuma Rp7 miliar.

Baca Juga:
Tanggapan Sutradara Film Jumbo Soal Kontroversi ‘Merah Putih: One For All’ yang Viral

Menurut dia, angka segitu jauh dari cukup buat bikin film animasi yang layak tayang di bioskop.

"Budget 7M buat film animasi, potong pajak 13%, kisaran 6M, sekalipun nggak dikorupsi, hasilnya tetap JELEK!!!" kata Hanung, dikutip Selasa, 12 Agustus 2025.

Baca Juga:
Deretan Kontroversi Film Merah Putih One For All, Proyek Rp6,7 Miliar Tapi Gak Sesuai Ekspektasi?

Dia jelasin, dana segitu cuma cukup buat tahap awal kayak bikin previsualization (previs), yaitu storyboard berwarna yang jadi panduan buat animator. Hanung samain film dengan anggaran segitu kayak "cor-coran kasar" bangunan yang belum ada finishing.

Lebih jauh, Hanung bilang, buat bikin film animasi berkualitas, minimal butuh Rp30-40 miliar, belum termasuk biaya promosi, dengan waktu produksi 4-5 tahun. Analisis ini ngingetin publik bahwa angka yang terkesan besar buat orang awam ternyata nggak cukup di industri animasi global.

MEMBACA  Kopdes Merah Putih di Sumut Terbentuk 100%, Tersebar di 6.110 Lokasi (Penulisan lebih rapi dengan pemilihan kata yang natural dalam bahasa Indonesia, tetap mempertahankan makna asli)

Yang bikin kritikannya makin panas adalah pertanyaannya soal alokasi slot tayang film ini. Di unggahan story-nya, Hanung bagi tangkapan layar berita di mana produser Merah Putih: One For All bantah pakai dana pemerintah. Tapi Hanung malah pertanyain hal lain.

"Terus kenapa harus buru-buru tayang? Ironisnya kok bisa dapet tanggal tayang ditengah 200 judul film Indonesia antri tayang? KOPET!!!" ujarnya.

Ucapan ini nunjukin betapa keselnya Hanung sama sistem distribusi bioskop yang dianggap nggak transparan. Dengan ratusan film lain yang masih nunggu giliran, keberhasilan film ini dapat slot bikin banyak orang penasaran.

Kritikan Hanung ini bukan cuma emosi, tapi juga keprihatinan seorang sineas senior soal kesehatan industri film Indonesia. Industri animasi kita lagi coba bangun reputasi lewat karya-karya bagus kayak Nussa, Si Juki the Movie, dan Riki Rhino. Kehadiran film dengan standar produksi yang dipertanyakan, ditambah dugaan "nyerobot" slot tayang, bisa ngerusak ekosistem film yang lagi berkembang.

Kritik Hanung ini jadi pengingat pentingnya standar kualitas minimal dan transparansi di industri film, biar sinema Indonesia tetap dihargai di mata publik dan pasar global.

Halaman Selanjutnya