Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, menekankan bahwa menggabungkan intervensi gizi dengan upaya memperkuat program KB adalah kunci untuk menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.
“Upaya mengurangi stunting sangat penting. Agar efektif, intervensi harus dimulai sebelum kelahiran, fokus pada pendekatan spesifik & sensitif, terutama untuk remaja perempuan dan ibu hamil,” ujarnya dalam pernyataan pada Selasa.
Target penurunan stunting tidak bisa tercapai tanpa program KB yang baik, tambahnya.
Meski angka stunting nasional turun dari 21,5% di 2023 jadi 19,8% di 2024, tantangan tetap ada untuk mencapai target nasional 14%.
Studi kementerian mengidentifikasi tiga masalah krusial dalam penanganan stunting: praktik inisiasi menyusui dini dan ASI eksklusif, kesulitan di Indonesia Timur, serta ketersediaan alat/kontrasepsi untuk pasangan usia subur.
Untuk membangun generasi berkualitas, studi ini menyarankan memperkuat 10 langkah menyusui ala WHO, menyediakan ruang laktasi di tempat kerja, kampanye publik untuk keluarga dengan ibu hamil, serta dukungan aktif melalui tim pendamping keluarga (TPK).
Selain itu, kementerian meluncurkan program seperti Gerakan Ayah Hebat Indonesia (GATI) yang mendukung pengasuhan setara, serta program Tamasya, layanan penitipan anak di tempat kerja agar ibu tetap produktif.
“Memperkuat program KB dengan akses kontrasepsi untuk pasangan usia subur juga termasuk rekomendasi utama. Ini dilakukan dengan mengoptimalkan regulasi terkait penyediaan kontrasepsi,” kata Oka.
Berita terkait:
- Menteri soroti hubungan degradasi lingkungan dan stunting
- Pemerintah bentuk ‘dream team’ atasi stunting
- Pemerintah targetkan 1,4 juta keluarga berisiko stunting
Penerjemah: Lintang, Kenzu
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025