Fiskal Sebagai Nahkoda, Moneter Sebagai Dayung?

loading…

Perdana Wahyu Santosa, Profesor Ekonomi, Dekan FEB Universitas YARSI, Direktur Riset GREAT Institute. Foto/Istimewa

Perdana Wahyu Santosa
Profesor Ekonomi, Dekan FEB Universitas YARSI, Direktur Riset GREAT Institute dan CEO SAN Scientific

Opini “Pengutamaan Fiskal?” mengangkat kegelisahan yang wajar: sinyal dari pernyataan IMF (soal pengawasan ketat atas operasi kuasi-fiskal) dibaca sebagai alarm bahwa hubungan fiskal–moneter Indonesia sedang berubah—dari koordinasi yang sehat menuju “dominasi fiskal”. Kekhawatiran utamanya: saat kebutuhan pembiayaan, proyek politik, dan agenda industrialisasi menekan bank sentral, kemandirian moneter melemah, dan kebijakan berubah jadi perpanjangan tangan koalisi berkuasa.

Saya setuju dengan masalah dasarnya, tapi tidak dengan respons yang sering menyertai: seakan solusi otomatisnya adalah kembali ke dogma “bank sentral steril, fiskal menahan diri”—versi buku teks yang rapih, namun sering mengabaikan realitas negara berkembang yang butuh investasi publik besar, punya pasar keuangan dangkal, dan kerap terdampak guncangan global. Tantangannya bukan memilih “fiskal atau moneter”, tapi membedakan koordinasi yang sah dari dominasi yang berbahaya—dan membangun pagar institusionalnya.

Dari Koordinasi ke Dominasi
Dalam krisis, koordinasi fiskal–moneter itu wajar, bahkan diperlukan. Pandemi memberi contoh: stabilisasi likuiditas, pembelian surat utang, skema pembiayaan darurat—semuanya bisa masuk area kuasi-fiskal: kebijakan moneter yang efeknya mirip fiskal, karena menanggung risiko, membagi biaya, atau memilih sektor pemenang.

Masalah timbul ketika “darurat” menjadi kebiasaan. Dominasi fiskal bukan cuma “pemerintah aktif”, tapi kondisi dimana bank sentral kehilangan kemampuan untuk menolak karena target fiskal (defisit, biaya bunga, proyek) menjadi penentu utama arah kebijakan moneter. Gejalanya biasanya seperti ini:

MEMBACA  PM Thailand menuduh Singapura sebagai penyebab Taylor Swift tidak mengadakan konser di negara-negara ASEAN lainnya.

Tinggalkan komentar