Sabtu, 6 Desember 2025 – 17:30 WIB
Yogyakarta, VIVA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengajak semua kader partai untuk menanggapi bencana alam dengan renungan yang dalam dan aksi nyata membantu masyarakat.
Seruan ini berdasarkan filosofi untuk menghargai kehidupan yang diajarkan oleh Bung Karno dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, yang diyakini sebagai inti dari politik lingkungan partai.
Dalam pidatonya di Konferda DPD PDIP DIY di Yogyakarta, Hasto menyebutkan rangkaian bencana alam dan banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai tanda bahwa alam sedang mengalami ketidakseimbangan.
"Kalau kita lihat secara kebatinan yang tumbuh subur di Jogja, terlihat bagaimana alam saat ini tidak seimbang. Jadi seperti dalam cerita wayang, sekarang terjadi Goro-Goro di republik ini karena ulah kita yang merusak alam," ujarnya.
Hasto menjelaskan inti filosofi itu lewat pengalaman langsung, seperti bagaimana Bung Karno melarang izin konsesi hutan untuk korporasi dan Megawati merawat kehidupan dengan tidak mengizinkan tambahan konsesi lahan sawit, serta menjadikan gerakan menanam pohon sebagai budaya Partai. Contohnya, Megawati punya kebiasaan mengumpulkan biji salak, mangga, klengkeng, dan durian.
"Semua biji-bijian itu tidak boleh dibuang dan setelah disiapkan lalu ditanam. Jadilah Ibu Mega punya kebun penuh tanaman dari biji-bijian yang dikumpulkan. Setiap biji, apalagi pohon, punya hak untuk hidup," kata Hasto menirukan Megawati.
Hasto menambahkan, itu bukan satu-satunya contoh dari Megawati. “Ibu Mega, kalau Anda datang ke Teuku Umar, Anda disajikan kopi atau teh. Sisa tehnya tidak dibuang, dikumpulkan karena organik, lalu dikembalikan ke tanaman. Kalau Ibu Mega makan kacang, kulitnya dikumpulkan, tidak boleh dibuang, ditaruh di tanaman karena menyuplai kalium,” paparnya secara rinci.
Ia menekankan, tindakan sederhana ini berasal dari nilai yang diajarkan Bung Karno dan Megawati tentang merawat bumi, yang berangkat dari ajaran Tat Twam Asi (engkau adalah aku, aku adalah engkau).
“Setiap pohon juga punya jiwa, punya kehidupan. Kalau kita mencintai pohon, maka mereka tidak hanya menghasilkan oksigen, mereka juga akan mencintai dan ikut merawat Indonesia Raya kita," kata Hasto.
Pria asal Yogyakarta itu lalu menghubungkan kerusakan lingkungan dengan sistem yang tidak adil. “Lingkungan telah dirusak akibat kapitalisasi kekuasaan politik yang sangat besar, sehingga lahan hutan diubah jadi lahan sawit. Padahal Ibu Mega bilang sawit adalah tanaman yang arogan,” tegasnya.