Enam Nelayan Ditangkap karena Penangkapan Ikan dengan Bahan Peledak di Maluku Utara

Ternate, Maluku Utara (ANTARA) – Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Maluku Utara baru-baru ini menangkap enam nelayan karena melakukan penangkapan ikan dengan bahan peledak di perairan Pulau Bisa, Kabupaten Halmahera Selatan.

Para nelayan tersebut dikenali sebagai MM, LOH, ALS, SLH, LAAB, dan S, kata Juru Bicara Polda Maluku Utara Kombes Bambang Suharyono pada Senin.

Polisi juga menyita satu perahu panjang, kompresor, peralatan selam, bahan peledak, dan 50 kilogram ikan dari para nelayan itu, jelasnya.

Nelayan dan semua barang bukti dibawa ke kantor polisi di Halmahera Selatan untuk penyelidikan, kata Suharyono.

Keenam nelayan didakwa melanggar Pasal 84 (1) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan jo Pasal 55 KUHP, imbuhnya.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia diberkati dengan terumbu karang yang luas dan dalam. Namun, ancaman terhadapnya semakin meningkat.

Studi berjudul Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs oleh Herman Cesar pada 1996 mengungkapkan bahwa ancaman itu kebanyakan berasal dari aktivitas manusia, seperti penangkapan ikan dengan peledak, racun, dan penangkapan berlebihan, serta pembangunan pariwisata.

Penangkapan enam nelayan di Halmahera Selatan menambah daftar kasus penangkapan ikan dengan peledak di Indonesia.

Misalnya, pada 11 April 2021, lima nelayan lokal tertangkap petugas penegak hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena melakukan penangkapan ikan dengan peledak di kawasan konservasi Taman Nasional Komodo.

Kemudian, pada 23 Januari 2024, polisi Nusa Tenggara Timur menahan tiga nelayan karena penangkapan ikan dengan peledak di perairan Tanjung Oepao, Kabupaten Rote Ndao, NTT.

Berita terkait:
Indonesia deportasi 26 awak kapal ikan dari Filipina
Indonesia sita dua kapal asal Vietnam yang mencuri ikan di Natuna

MEMBACA  Penolakan Megawati atas Gelar Pahlawan untuk Soeharto Berisiko Ganggu Rekonsiliasi Nasional

Penerjemah: Abdul F., Rahmad Nasution
Editor: Arie Novarina
Hak Cipta © ANTARA 2025