Jayapura, Papua (ANTARA) – Pasukan keamanan Indonesia berhasil mengevakuasi empat penambang emas yang selamat dari serangan kelompok bersenjata di lokasi tambang ilegal di Bingki, Distrik Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan.
Para penyintas itu bersembunyi di hutan setelah serangan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata separatis (KKB) yang menewaskan dua rekan mereka pada Minggu (21 September), kata polisi Papua pada Sabtu.
“Personel gabungan TNI/Polri mengevakuasi keempat penyintas yang lari dan bersembunyi di hutan Bingki pasca serangan KKB yang menewaskan dua penambang,” ujar Jubir Polisi Papua Kombes Pol Cahyo Sukarnito.
Keempat penambang yang diselamatkan itu diidentifikasi sebagai Berty, Bakri Laode, Febri, dan Tarim Baroba. Mereka dibawa ke Markas Polres Yahukimo di Dekai untuk pemeriksaan lebih lanjut dan pemeriksaan kesehatan.
Selama evakuasi berlangsung, polisi menyebut tim penyelamat mendapat tembakan dari anggota KKB. Terjadi baku tembak singkat, namun tidak ada korban jiwa. Para penyintas ditemukan di dekat Kali Kabur sekitar pukul 06.30 waktu setempat.
Sebelumnya, lima penambang emas dilaporkan tewas dalam dua insiden terpisah yang melibatkan kelompok yang sama. Korban diidentifikasi sebagai Desem Dominggus, Marselinus Manek, Roberto, Yunus, dan Unu.
“Informasi mengenai korban berasal dari rekan-rekan penambang lain yang berhasil melarikan diri dari lokasi tambang terpencil,” kata Cahyo.
Serangan-serangan ini terjadi pada hari Minggu (21 September) dan Senin (22 September) di dua lokasi berbeda — yang pertama di Bingki dan yang kedua di dekat Kali I.
Evakuasi kelima jenazah tertunda akibat tembakan yang masih berlanjut dan hujan deras sejak Selasa (23 September), yang menyebabkan banjir dan medan yang sulit.
Cahyo menyebutkan para pelaku adalah anggota dari KKB Faksi Kodap XVII Yahukimo yang dipimpin oleh Kopitua Heluka.
Pada bulan April, kelompok yang sama dikaitkan dengan serangan mematikan di Bingki yang menewaskan 16 penambang emas ilegal.
Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok pemberontak bersenjata di Papua sering menggunakan taktik hit-and-run terhadap personel keamanan Indonesia dan melakukan aksi teror terhadap warga sipil untuk menyebarkan rasa takut.
Korban dari serangan-serangan ini mencakup pekerja konstruksi, supir ojek, guru, siswa, pedagang kaki lima, dan juga pesawat sipil.