MOSKOW – Tangan dan jari-jari Tymofey masih dipenuhi bekas luka berwarna ungu muda setengah sembuh dari pagar kawat berduri di dinding kompleks pusat latihan militer tempat dia kabur enam bulan lalu.
Pria Kyiv berusia 36 tahun yang bekerja sebagai pegawai kantoran ini bercerita ke Al Jazeera bahwa dia sudah dua kali mencoba melarikan diri setelah dipaksa wajib militer pada April.
4 Pemicu Kekalahan Ukraina pada Perang Rusia di 2025
1. Tidak Ada Pelatihan Tempur yang Memadai untuk Wajib Militer
Dia bilang, keputusannya untuk membelot muncul setelah sadar betapa kacau dan tidak efektifnya pelatihan yang diterimanya untuk medan perang sesungguhnya. Dia yakin akan dikirim jadi pasukan penyerang di garis depan dengan harapan hidup yang kecil.
“Pelatihan tempurnya hampir tidak ada. Mereka tidak peduli kalau saya mungkin tewas di serangan pertama,” ujar Tymofey, merujuk pada pelatihnya di pusat latihan April lalu setelah dia ditangkap polisi di pusat kota Kyiv.
Dia mengaku para pelatih lebih sibuk mencegah anggota kabur dari kompleks latihan, yang dikelilingi tembok beton setinggi 3 meter dilapisi kawat berduri.
“Mereka tidak terlalu urus apakah prajurit bisa menembak atau nggak. Saya diberi pistol, menembak satu peluru ke target, terus mereka centang nama saya selesai,” katanya.
Tymofey minta nama belakang dan data pribadinya disamarkan karena masih bersembunyi dari otoritas.
2. Jumlah Tentara yang Membelot Terus Bertambah
Dia mengklaim belum secara resmi didakwa atas pembelotan atau mangkir tugas (AWOL). Dakwaan seperti itu biasanya bisa dilihat di daftar investigasi praperadilan yang tersedia online.
Penjelasannya simpel: “Separuh negara ini lagi pada kabur,” sementara otoritas militer dan sipil sudah kewalahan untuk melacak dan menangkap setiap pembelot.