Jakarta (ANTARA) – Kinerja ekspor produk hutan Indonesia menunjukkan tren peningkatan pada awal 2024 di tengah ketidakpastian pasar yang disebabkan oleh gejolak geopolitik dan ekonomi, kata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kami berharap kinerja ekspor produk hutan setidaknya dapat menyamai pencapaian pada tahun 2023,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di kementerian tersebut, Agus Justianto, dalam sebuah pernyataan yang dirilis di sini pada hari Sabtu.
Menurut data dari kementerian, ekspor produk hutan Indonesia mencapai US$3,5 miliar dalam tiga bulan pertama tahun 2024, dengan produk pulp menyumbang US$798,05 juta, kertas US$1,1 miliar, dan panel kayu US$582,7 juta terhadap total angka tersebut.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ekspor menunjukkan pertumbuhan sebesar 8,3 persen hingga Maret — sebuah rebound setelah tetap berada di wilayah negatif sebagian besar tahun 2023. Pada September 2023, pertumbuhan tercatat minus 10,4 persen.
Menurutnya, pada 2023, total ekspor produk hutan Indonesia tercatat sebesar US$13,16 miliar. Untuk tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan target ekspor moderat sebesar US$10 miliar.
\”Beberapa hal yang harus diantisipasi dalam pencapaian kinerja ekspor adalah kondisi geopolitik global seperti ketegangan Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina. Selain itu, beberapa negara pasar juga masih dalam proses pemulihan ekonomi setelah pandemi COVID-19,\” katanya.
Ketua Forum Komunikasi Komunitas Kehutanan Indonesia (FKMPI), Indroyono Soesilo, menekankan perlunya terus membuka pasar baru untuk meningkatkan kinerja ekspor.
\”Membuka pasar baru efektif dalam mendukung pasar tradisional yang sudah didominasi oleh Indonesia,\” tambahnya.
Salah satu pasar yang terus tumbuh adalah India. Pada dua bulan pertama tahun 2024, ekspor Indonesia ke India tercatat sebesar US$103,8 juta, naik 14 persen dibanding tahun sebelumnya.
Soesilo menyatakan optimisme bahwa pasar tradisional Indonesia akan terus tumbuh dengan baik.
Indonesia sedang menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas dan Keberlanjutan (SVLK), yang telah dilengkapi dengan ketentuan mengenai geolokasi yang dapat melacak asal usul kayu dan produk hutan, tambahnya.
Berita terkait: KLHK akan mengambil tindakan tegas terhadap pembalak ilegal
Berita terkait: Kelangkaan petugas hutan untuk menjaga hutan 8,39 juta ha Papua Barat
Penerjemah: Subagyo, Raka Adji
Editor: Rahmad Nasution
Hak cipta © ANTARA 2024