Eks BRR Aceh-Nias Menilai Bencana Sumatra Lebih Kompleks Dibanding Tsunami 2004

Minggu, 7 Desember 2025 – 20:39 WIB

Jakarta, VIVA – Heru Prasetyo, mantan Direktur Hubungan Luar Negeri dan Donor BRR, berpendapat bencana banjir dan longsor yang menerjang Sumatera pada akhir November 2025 jauh lebih kompleks dibandingkan dengan tsunami Aceh tahun 2004.

Baca Juga:


Cek Kondisi Aceh, Prabowo: Sawah Banyak yang Rusak, Bendungan Jebol

Pendapat itu disampaikan oleh para mantan pejabat Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias dalam Sarasehan Daring “Rekoleksi Pengetahuan dan Pembelajaran dari Aceh-Nias”.

Heru Prasetyo menekankan bahwa krisis kali ini memerlukan kepeminpinan yang jauh lebih kuat.

Baca Juga:


Update Korban Bencana Sumatera: 921 Orang Meninggal Dunia, 392 Hilang

Helikopter Polri mengirim bantuan untuk korban bencana di Aceh Tamiang

“Yang kita hadapi saat ini menuntut kepemimpinan yang mungkin lebih mendalam daripada sekadar menangani bencana. Mengingat, yang ditangani bukan cuma soal manajemen bencana alam, tapi juga bencana lingkungan hidup, dan lain-lain,” ujar Heru dalam keterangannya, Minggu (7/12/2025).

Baca Juga:


Korban Tewas Banjir Sri Lanka Tembus 618 Orang

Heru bahkan menyebut gabungan bencana di Sumatera 2025 ini sebagai perpaduan dari “tsunami Aceh, Covid-19, Lapindo, dan perubahan iklim.”

Data BNPB per 4 Desember mencatat hampir 900 orang meninggal, 500 orang hilang, dan jutaan mengungsi. Wilayah terdampak sangat luas, mencakup Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dengan kerusakan parah pada infrastruktur, listrik, komunikasi, dan akses bantuan.

Selanjutnya, mantan Deputi BRR Aceh-Nias, Sudirman Said, menyebut skala bencana ini sudah melampaui tsunami 2004.

“Kalau dilihat dari luas daerah yang terkena, bencana Sumatera 2025 ini sudah melebihi tsunami 2004. Kalau dibandingkan, wilayah terdampaknya setara dengan pulau Jawa, Madura, dan Bali digabung,” jelasnya.

MEMBACA  Buka RDN MNC Bank SekarangDapatkan Bonus Rp75.000Periode hingga 30 November

Sudirman, yang sekarang juga pengurus Palang Merah Indonesia (PMI), mengingatkan pentingnya mengutamakan nilai kemanusiaan. Dia mengutip pesan dari mantan Kepala BRR, Kuntoro Mangkusubroto.

“Tidak ada satu kekuatan pun yang bisa menyebabkan kerusakan seperti ini kecuali tangan Tuhan. Hanya dengan tangan Tuhan pula tempat ini bisa diperbaiki. Karena itu, jangan pernah mengotori tanganmu dengan tindakan yang tidak terpuji di mata Tuhan,” katanya.

Mantan pimpinan BRR lainnya, seperti William Sabandar, Amin Subekti, Avi Mahaningtyas, dan Nannie Hudawati, menekankan pentingnya pola pikir krisis, kecepatan kerja, fleksibilitas birokrasi, serta kepemimpinan yang turun langsung ke lapangan.

“Kepemimpinan itu bukan cuma soal satu komando, tapi kemampuan untuk menggabungkan tanggap darurat dengan rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang,” ujar William.

Kondisi dari udara situasi bencana banjir di Aceh Tamiang, Aceh.

Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Amin mengingatkan bahwa keberhasilan pemulihan Aceh-Nias dulu sangat bergantung pada kecepatan dan keluwesan dalam bekerja.

“Bagaimana hal itu bisa dilakukan? Ya karena dua hal tadi: kecepatan dan fleksibilitas,” ujarnya.