Jakarta (ANTARA) – Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia, Phillip Taula, memamerkan metode masak tradisional suku Maori pada hari Rabu. Ia ingin menekankan hubungan budaya antara kedua negara, khususnya kemiripannya dengan teknik bubigi dari Papua yang juga menggunakan batu panas.
Taula mempersembahkan hāngī, sebuah teknik Maori yang memanfaatkan batu panas dikubur dalam tanah untuk memasak makanan secara perlahan, dalam sebuah acara budaya di Bekasi, Jawa Barat.
Ia mengatakan demonstrasi ini bertujuan menyoroti kesamaan yang telah lama ada dalam tradisi memasak dan praktik budaya.
“Pesan yang ingin kami sampaikan adalah kemitraan, kerjasama, dan hubungan erat antara Indonesia dan Selandia Baru, dari gaya memasak hingga kemiripan budaya dan bahasa,” kata Taula kepada wartawan di acara tersebut.
Menurutnya, kedua negara memiliki tradisi yang berakar dari masyarakat adat yang menggunakan metode earth-oven untuk memberikan rasa asap dan panas pada hidangan.
Kesamaan tersebut, tambahnya, membuka peluang untuk memperdalam hubungan antar masyarakat dan memperluas pertukaran kuliner.
Acara ini dirancang untuk memberikan masyarakat Indonesia kesempatan merasakan langsung budaya kuliner Maori, sekaligus mendorong warga Selandia Baru menjelajahi beragam masakan khas daerah Indonesia, terutama yang dibentuk oleh warisan adat.
Ia berharap pertemuan ini dapat menginspirasi koki dan produsen makanan di kedua negara untuk bereksperimen dengan kombinasi bahan baru.
Proyek kuliner bersama, lanjutnya, dapat memperkuat hubungan bilateral dan memperluas kerjasama di bidang pertanian dan teknologi pangan.
“Mungkin daging sapi Selandia Baru atau daging lain yang dikombinasikan dengan rempah Indonesia. Itu bisa menciptakan cita rasa baru dan mengangkat hidangan tradisional,” ujarnya.
Hāngī adalah hidangan pokok dalam pertemuan dan perayaan suku Maori. Caranya, daging dan sayuran dibungkus, diletakkan di atas batu panas dalam sebuah lubang, lalu lubang ditutup tanah sehingga makanan mengukus perlahan hingga empuk.
Bubigi dari Papua, yang juga dikenal sebagai bakar batu, menggunakan proses serupa.
Keluarga-keluarga menyusun umbi-umbian, sayuran, dan ayam di atas batu panas dalam lubang dangkal, lalu menutup tumpukan tersebut dengan daun dan tanah untuk memerangkap panas dan asap.
Kedua metode memungkinkan rempah meresap dalam, menghasilkan rasa yang kaya dan pengalaman makan bersama yang memperkuat ikatan sosial.
Berita terkait: Indonesia, New Zealand sign LoI to enhance carbon governance
Berita terkait: Culture Minister Fadli Zon calls for reviving traditions in Raja Ampat
Penerjemah: Katriana
Editor: Rahmad Nasution
Hak Cipta © ANTARA 2025