Jakarta (ANTARA) – Managing Director Investasi di Dana Kekayaan Negara Indonesia, Daya Anagata Nusantara (Danantara), Stefanus Ade Hadiwidjaja mengumumkan bahwa dana ini akan memprioritaskan sektor mineral dan energi dalam enam bulan ke depan.
“Mineral dan energi kemungkinan besar akan menjadi sektor di mana kami akan menyelesaikan kesepakatan dalam enam bulan kedepan,” kata Stefanus di Pertamina Investor Day di Jakarta pada Rabu.
Fokus sektor mineral mencakup program hilir yang bertujuan untuk menambah nilai sumber daya alam Indonesia, dengan prioritas pada nikel, aluminium, bauksit, dan tembaga.
Di sektor energi, Stefanus mencatat bahwa minat Danantara mencakup energi baru dan terbarukan, minyak dan gas, serta petrokimia.
“Untuk sektor kedua ini — energi — sangat penting bagi kami untuk berkolaborasi dengan Pertamina,” ujarnya.
Selain mineral dan energi, Stefanus menyebutkan Danantara telah mengidentifikasi beberapa sektor lain untuk potensi investasi dalam dua hingga tiga tahun mendatang.
Ini termasuk infrastruktur digital — khususnya pusat data — serta kesehatan untuk memperkuat ketahanan industri kesehatan Indonesia, mencakup fasilitas pengolahan plasma dan jaringan rumah sakit.
“Di layanan keuangan, kami mungkin akan fokus dalam 12 bulan kedepan pada ide sekuritisasi untuk memperluas kapasitas perbankan dan layanan keuangan di Indonesia,” tambahnya.
Danantara juga mengincar sektor kunci lainnya, seperti infrastruktur, utilitas, properti, makanan, dan pertanian.
Dalam forum yang sama, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menawarkan 19 proyek senilai total USD 9,25 miliar (sekitar Rp150 triliun) kepada calon investor dan mitra.
“Akan ada peluang untuk bekerja sama dengan subholding Pertamina dan mengeksplorasi kerjasama bisnis pada 19 proyek bernilai USD 9,25 miliar,” kata Simon di Pertamina Investor Day.
Strategi jangka panjang Pertamina berfokus pada dua pilar. Pertama, memaksimalkan bisnis inti untuk memperkuat ketahanan energi nasional, termasuk kegiatan hulu, penyulingan, dan distribusi bahan bakar.
Pilar kedua melibatkan pengembangan bisnis rendah karbon, seperti pengembangan biofuel, perluasan energi panas bumi, uji coba teknologi baru, dan peningkatan produksi kimia.