Catatan Satu Tahun Kepemimpinan Prabowo-Gibran

loading…

Perdana Wahyu Santosa, Guru Besar Ekonomi, Dekan FEB Universitas YARSI, dan Direktur Riset GREAT Institute. Foto/Istimewa

Perdana Wahyu Santosa
Guru Besar Ekonomi, Dekan FEB Universitas YARSI, dan Direktur Riset GREAT Institute

Evaluasi terhadap kinerja pemerintah selalu jadi arena tarik-ulur antara persepsi publik, data empiris, dan framing media. Laporan "Rapor Kinerja 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran" yang dikeluarkan CELIOS pada Oktober 2025 memicu diskusi seru di ruang publik. Sebagian menilainya sebagai bentuk kontrol demokrasi yang sehat; yang lain menganggap laporan itu terlalu pesimis dan kurang konteks ekonomi makro yang sebenarnya tunjukkan tren stabil.

Kedua sudut pandang ini sama-sama penting, karena demokrasi Indonesia yang matang butuh dialektika kuat antara pengawasan dan keadilan analisis. Tantangannya ialah membedakan mana kritik yang berdasar data dan mana penilaian yang muncul dari persepsi—antara realitas empiris dan narasi yang dibentuk opini kolektif.

Metodologi yang Mengundang Tanya
CELIOS pakai dua pendekatan: survei expert judgment berbasis jurnalis (120 responden dari 60 lembaga pers) dan survei nasional ke 1.338 responden publik. Metode ini sah dipakai dalam studi persepsi, tapi bukan ukuran objektif untuk kinerja ekonomi atau administratif.

Jurnalis dipilih karena dianggap punya akses informasi dan kepekaan terhadap isu publik. Tapi profesi mereka juga berkecimpung di dunia opini—terbiasa menilai berdasarkan dinamika wacana yang cepat, bukan proses kebijakan yang kompleks dan panjang. Akibatnya, bias persepsi mudah muncul. Dalam ilmu kebijakan publik, ini disebut availability heuristic—penilaian yang dipengaruhi informasi yang paling gampang diakses dan sering diberitakan media, bukan data yang paling akurat.

Oleh karena itu, hasil survei yang menempatkan rata-rata kinerja pemerintahan di angka 3 dari 10 tidak serta merta menandakan kegagalan struktural yang mendasar. Hasil evaluasi ini lebih menggambarkan kekecewaan publik terhadap harapan yang belum terwujud dalam waktu singkat. Evaluasi semacam ini penting, tapi perlu diimbangi dengan pembacaan data faktual supaya tidak jatuh ke kesimpulan yang prematur.

MEMBACA  Pesan CFO yang Dipecat Mengungkap Perselingkuhan 10 Tahun yang Membawa Kenaikan Gaji dan Promosi, kata perusahaan

Stabilitas di Tengah Transisi
Secara ekonomi, tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran berlangsung dalam fase transisi kebijakan. Tantangan utamanya datang dari pelemahan ekspor akibat perlambatan ekonomi Tiongkok dan tekanan geopolitik di Timur Tengah yang mendorong harga energi global naik. Tapi, indikator makro menunjukkan stabilitas yang relatif: pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 masih di kisaran 5,12 persen (BPS), inflasi terjaga di bawah 3 persen, dan nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil pada level Rp15.800–Rp16.200 per dolar AS.