Kamis, 17 Juli 2025 – 16:37 WIB
Jakarta, VIVA – Bitcoin terpantau turun setelah mencetak beberapa rekor tertinggi sepanjang masa dalam tiga hari berturut-turut, yaitu di level US$123 ribu (Rp2 miliar) pada 14 Juli 2025, melanjutkan kenaikan ke US$119.300 (13 Juli) dan US$118.500 (11 Juli).
Baca Juga:
Harga Bitcoin Drop Gara-Gara RUU Kripto Gagal Lolos di DPR AS, Saatnya Beli Atau Jual?
Pencapaian harga All-Time-High (ATH) baru Bitcoin ini salah satunya dipicu oleh kebijakan tarif perdagangan baru Amerika Serikat (AS) terhadap impor dari Uni Eropa (UE) dan Meksiko. Namun, harga Bitcoin kini mulai turun ke level US$117 ribu (Rp1,91 triliun) pada 16 Juli kemarin.
Baca Juga:
Harga Bitcoin Tembus Rp2 Miliar
Menurut analis Reku, Fahmi Almuttaqin, kenaikan inflasi Consumer Price Index (CPI) AS yang lebih tinggi di Juni lalu juga menekan pasar di tengah aksi profit taking.
"Data CPI AS bulan Juni yang dirilis tadi malam menunjukkan kenaikan harga konsumen sebesar 0,3% per bulan dan 2,7% per tahun, peningkatan terbesar sejak Januari tahun ini," ujarnya, Kamis, 17 Juli 2025.
Baca Juga:
Bitcoin Cetak Rekor Tertinggi Tembus Rp1,9 Miliar, Sinyal Kuat Peralihan Aset Institusi ke Kripto?
Fahmi menjelaskan, lonjakan inflasi ini didorong oleh kenaikan harga barang impor seperti perabot, elektronik, dan pakaian akibat tarif perdagangan AS. Hal ini sejalan dengan kekhawatiran The Fed bahwa inflasi dari kebijakan tarif Trump baru mulai terasa.
Kondisi ini meningkatkan peluang suku bunga tetap di kisaran 4,25–4,50% hingga paling cepat September mendatang. Meski Bitcoin terkoreksi hari ini, beberapa altcoin besar masih terus naik.
Beberapa altcoin di top 100 seperti PENGU, XLM, CRV, dan ALGO yang sudah naik lebih dari 50% dalam seminggu terakhir masih menunjukkan performa positif dalam 24 jam terakhir. "CRV bahkan naik lebih dari 10% dalam sehari," jelas Fahmi.
Kenaikan altcoin ini menandakan rotasi modal dari Bitcoin ke aset berkapitalisasi menengah. Fahmi mengingatkan, jika tren ini berlanjut, altcoin lain bisa mendapat dorongan lebih kuat, meski ekspektasi penurunan suku bunga The Fed tetap jadi faktor utama.
Intervensi Donald Trump, seperti tekanan pada ketua The Fed Jerome Powell untuk menurunkan suku bunga hingga 1% atau mundur dari jabatannya, juga bisa memengaruhi sentimen investor.
Banyak investor masih menunggu penurunan suku bunga sebelum mengalokasikan dana ke altcoin. Sinyal positif bisa memicu aliran dana lebih besar ke sektor altcoin, terutama yang likuid dan punya support harga kuat.
"Tren ini, jika terjadi, akan jadi sinyal klasik fase lanjutan bullish. Bagi investor kripto, ini peluang profit baru, tapi juga meningkatkan risiko volatilitas karena rally altcoin sering lebih fluktuatif dan cepat berbalik," ujarnya.
Investor disarankan tetap disiplin, manfaatkan momentum, tapi waspadai tanda-tanda reversal atau rotasi modal kembali ke Bitcoin, apalagi jika ketidakpastian global meningkat.
Sementara itu, aliran dana baru kemungkinan masih didominasi investor institusional dan tetap mengarah ke Bitcoin. Meski altcoin dan akumulasi ETH (Ether) terlihat kuat belakangan ini, Bitcoin masih jadi pilihan utama investor institusi.
Kenaikan harga Bitcoin di atas US$120 ribu juga menjawab keraguan soal level harga yang dianggap terlalu tinggi di US$116 ribu.
"Potensi aliran dana besar-besaran ke pasar kripto masih mungkin terjadi jika investor semakin mempertimbangkan pelonggaran ekonomi AS," tegas Fahmi.
Halaman Selanjutnya
Terlepas dari koreksi yang dialami Bitcoin hari ini, beberapa altcoin besar masih terpantau melanjutkan kenaikan.