Bank Indonesia Pastikan Insentif Likuiditas Tetap Fokus ke Sektor Prioritas
Bukittinggi, Sumatra Barat (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yang akan berlaku mulai 1 Desember 2025, tetap berfokus pada sektor-sektor yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional dan memiliki rasio kredit macet (NPL) yang rendah.
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Irman Robinson, menyatakan bahwa sektor prioritas tersebut meliputi pertanian, industri dan hilirisasi, jasa termasuk ekonomi kreatif, konstruksi, properti dan perumahan, serta UMKM, koperasi, inklusi, dan keberlanjutan.
"Semua sektor ini punya efek pengganda yang kuat bagi ekonomi. Ketika pertumbuhan kredit di sektor-sektor ini naik, dampak limpahannya akan jauh lebih besar," jelas Irman dalam acara pertemuan media di Bukittinggi, Jumat.
Ia menambahkan bahwa sektor-sektor prioritas ini selaras dengan agenda Pemerintah, Asta Cita, yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Kebijakan KLM ini berfungsi sebagai insentif yang diberikan bank sentral melalui pengurangan giro wajib minimum (GWM) bank di BI.
Berbeda dengan pendekatan sebelumnya, KLM yang baru ini berbasis kinerja dan berorientasi ke depan.
Dalam kerangka baru ini, pengurangan GWM diberikan berdasarkan komitmen penyaluran kredit dari bank, bukan hanya pada realisasi kredit yang sudah dicairkan. Total insentif yang tersedia bisa mencapai 5 persen dari dana pihak ketiga (DPK).
"Dalam pelaksanaannya, BI akan mengevaluasi komitmen pertumbuhan kredit dari bank dan memantau realisasinya secara berkala. Kami juga akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menilai kesehatan keuangan masing-masing bank," papar Irman.
Dia menekankan bahwa pemberian insentif ini tidak boleh mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
"Bank harus tetap menjalankan praktik penyaluran kredit yang prudent. Insentif jangan sampai mendorong mereka untuk ekspansi kredit di sektor yang NPL-nya sudah tinggi," tegasnya.
Apabila sebuah bank tidak memenuhi target pertumbuhan kredit yang telah dijanjikan, jumlah insentifnya akan disesuaikan pada periode berikutnya.
"Misalnya, kalau bank berkomitmen pertumbuhan kredit 7 persen tapi realisasinya cuma 5 persen, maka insentif untuk kuartal depannya akan direvisi," ujar Irman.
Selain insentif melalui saluran kredit, BI juga akan memberikan insentif kepada bank yang cepat menyesuaikan suku bunga kredit barunya sejalan dengan pelonggaran moneter. Insentif ini dapat mencapai 0,5 persen dari DPK.
Bank dengan elastisitas suku bunga kredit baru di bawah 0,3 tidak akan dapat insentif ini, sementara yang elastisitasnya antara 0,3 hingga di atas 0,6 akan berhak mendapatkan insentif yang lebih tinggi.
"Mengingat penurunan suku bunga kredit bank masih terbatas, kami ingin mempercepat prosesnya. Bank yang menyesuaikan suku bunga kreditnya lebih cepat sesuai arahan BI akan dapat apresiasi lebih lewat insentif yang lebih besar," tutup Irman.