Jumat, 13 Juni 2025 – 18:02 WIB
Jakarta, VIVA – Swedia jadi negara pertama yang dinyatakan bebas asap rokok dengan jumlah perokok kurang dari 5 persen. Pencapaian ini didapat setelah mereka terapkan metode Pengurangan Risiko Tembakau atau Tobacco Harm Reduction (THR).
Baca Juga:
36 Persen Siswa Sekolah di Jakarta Sudah Merokok, Pemprov Jakarta Godok Raperda Kawasan Tanpa Rokok
Ahli kesehatan Arifandi Sanjaya bilang beberapa metode THR bisa dicoba di Indonesia untuk bantu perokok berhenti merokok. Scroll untuk info lengkap!
“Kalau di Indonesia, berdasarkan pengamatan saya, penggunaan THR bagi masyarakat yang teredukasi, baik secara ilmiah atau ekonomi, akan bantu mereka lepas dari rokok. Menurut saya, harusnya ada divisi khusus yang menangani harm reduction di Indonesia,” kata Arifandi dalam keterangannya, dikutip Jumat, 13 Juni 2025.
Baca Juga:
April Jasmine Klaim Rokok Herbal Bisa Detoks, Netizen: Jual Agama!
Secara umum, THR adalah strategi untuk kurangi risiko kesehatan dari produk tembakau, terutama bagi perokok yang belum bisa berhenti total. Pendekatan ini tetap tekankan bahwa berhenti adalah pilihan terbaik, tapi produk alternatif bisa jadi opsi yang lebih rendah risiko.
Arifandi jelaskan efektivitas metode ini tergantung banyak faktor, salah satunya penggunaan produk alternatif yang keluarkan uap. Ini mirip dengan kebiasaan merokok, sehingga proses peralihan bisa lebih lancar.
Baca Juga:
Bupati Temanggung Tegaskan Batalnya Penyeragaman Bungkus Rokok Langkah yang Tepat, Ini Penjelasannya
Selain itu, adanya perasa dalam produk alternatif bikin pengguna merasa semakin jauh dari tembakau. Tapi, perasa ini bukan untuk menarik non-perokok, melainkan untuk bantu perokok yang ingin beralih sebelum benar-benar berhenti merokok.
“Pengguna yang masih dapat sensasi seperti merokok saat menghisap dan mengeluarkan sesuatu lebih efektif di Indonesia. Banyak orang juga tidak suka bau rokok. Ini menunjukkan perlu ada opsi alternatif,” ujar Arifandi.
Peran Pemerintah dalam Penyusunan Regulasi
Penerapan THR di Swedia didukung pemerintah, terutama dari sisi regulasi. Daripada larang tembakau secara masif, pengenalan opsi alternatif jadi solusi untuk bantu proses berhenti merokok.
Edukasi dan penelitian terus dilakukan, sehingga pengguna dapat info lengkap soal risiko dan cara gunakan produk alternatif sebagai metode berhenti merokok.
“Edukasi dan penelitian penting. Tanpa penelitian valid dari pemerintah, masyarakat masih bingung. Regulasi efektif juga dibutuhkan, misalnya bukan larang penjualan dalam jarak tertentu, tapi pastikan KTP valid untuk beli produk tembakau,” kata Arifandi.
Sebelumnya, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, bilang pemerintah dan masyarakat perlu kerja sama tekan penggunaan rokok di Indonesia. Upaya yang sudah dilakukan termasuk monitor konsumsi tembakau dan optimalkan layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM).
“Kita ingin siapkan SDM yang andal di 2045. SDM yang bebas dari faktor risiko rokok,” ujar Siti baru-baru ini.