JAKARTA – Pakar tanah dari IPB University, Basuki Sumawinata, menyatakan bahwa banjir besar yang terjadi di beberapa wilayah Sumatera tidak bisa langsung disebabin oleh adanya perkebunan kelapa sawit. Menurut dia, banjir itu adalah akibat dari siklon tropis luar biasa yang membawa hujan ekstrem dalam waktu singkat.
Basuki menjelaskan bahwa curah hujan selama kejadian siklon mencapai 400 mm dalam 1–3 hari, jumlah yang jauh melebihi rata-rata bulanan. "Curah hujan per bulan biasanya cuma 150–200 mm. Kalau 400 mm turun dalam beberapa hari saja, tanah pasti tidak bisa menyerap semua airnya, jadi akan terjadi aliran air permukaan yang sangat besar," kata Basuki, Senin (8/12/2025).
Berdasarkan pemantauan satelit, awan hujan dari siklon itu meliputi area seluas 200–300 km, mencakup pegunungan, perbukitan, sampai dataran rendah. "Bayangkan saja area seluas itu, air dari gunung dan bukit akan mengalir dan terkumpul di lembah. Hal ini pasti menyebabkan aliran deras, banjir, dan tanah longsor. Banjir akan semakin parah saat mencapai daerah yang lebih datar, apalagi dekat pantai," jelasnya.
Dia memberikan perhitungan: hujan 400 mm setara dengan 4.000 meter kubik air per hektare. "Dengan cakupan dari Aceh sampai Sumatera Barat, banjir pasti terjadi. Tidak ada jenis lahan apapun yang bisa menampung volume air sebanyak itu," tegas Basuki.
Basuki juga menambahkan bahwa walau hutan memiliki daya serap air lebih baik dibanding kebun sawit, tidak ada sistem lahan yang bisa menahan hujan 400 mm per hari. "Bahkan di hutan primer sekalipun, akan terjadi aliran permukaan yang besar jika hujan ekstrem mengguyur lereng yang curam. Erosi dan longsor justru lebih mungkin terjadi di hutan alami yang berada di topografi curam," ujarnya.