ASEAN telah secara konsisten memprioritaskan metode persuasif untuk menyelesaikan isu Myanmar, daripada memberlakukan sanksi terhadap negara tersebut, menurut Kementerian Luar Negeri.
“Sanksi bukanlah bagian dari DNA negara-negara ASEAN. Selain itu, ASEAN sendiri tidak mengakui mekanisme sanksi terhadap negara anggotanya,” kata juru bicara kementerian, Rolliansyah Soemirat, atau biasa dipanggil Roy, di sini pada hari Senin.
Dia menegaskan bahwa ASEAN akan terus mendorong semua pihak yang terlibat dalam isu Myanmar untuk duduk bersama dan mengadakan dialog untuk mengakhiri konflik serta melaksanakan Lima Kesepakatan Bersama (5PC).
Sanksi hanya dapat diterapkan sebagai langkah terakhir jika metode persuasif lainnya, seperti dialog dan mediasi, tidak lagi dapat diterapkan, katanya.
Namun, untuk melindungi orang-orang yang tidak bersalah dari kerusakan, sanksi tidak boleh diberlakukan secara membabi buta.
“Dalam hal apa pun, bagi Indonesia, Myanmar adalah bagian dari ASEAN dan akan selalu menjadi bagian dari ASEAN, menjadi anggota ASEAN yang harus kami bantu,” tambahnya.
Indonesia berpendapat bahwa satu-satunya sanksi yang harus diakui dan diterapkan terhadap sebuah negara adalah yang diberlakukan oleh Dewan Keamanan PBB sebagai entitas multilateral yang berhak melakukannya, katanya.
Soemirat lebih lanjut mengatakan bahwa keputusan ASEAN untuk tidak melibatkan Myanmar dalam kegiatan organisasi sejauh ini bukanlah sanksi, melainkan upaya untuk memberikan ruang bagi negara tersebut untuk menyelesaikan konflik internalnya.
Selain hanya memperbolehkan perwakilan non-politik untuk berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan ASEAN, ASEAN juga memutuskan untuk menangguhkan Myanmar dari kepemimpinan ASEAN yang berputar untuk tahun 2026, menggantikannya dengan Filipina.
“Ini menunjukkan bahwa mereka masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyelesaikan konflik dan menentukan siapa yang sebenarnya layak duduk di kursi (untuk mewakili Myanmar dalam pertemuan ASEAN),” katanya.
Dia menjamin bahwa Indonesia akan berpartisipasi dalam pertemuan Troika di Thailand pada 20 Desember 2024 untuk membahas isu Myanmar.
Dia menjelaskan bahwa pertemuan tersebut akan dimulai dengan serangkaian konsultasi informal antara anggota Troika ASEAN.
Pertemuan akan dilanjutkan dengan konsultasi informal lebih lanjut yang akan memberikan ruang bagi partisipasi negara-negara ASEAN di luar Troika.
Berita terkait: ASEAN tetap mendorong dialog untuk menyelesaikan masalah: Marsudi
Berita terkait: RI, Singapura sepakat mendorong Lima Kesepakatan Bersama tentang Myanmar
Copyright © ANTARA 2024