Canberra, Australia (ANTARA) – Dipercaya bahwa putaran kedua debat presiden yang dijadwalkan pada tanggal 7 Januari 2024 akan menampilkan beberapa gagasan menarik mengenai arah perkembangan angkatan pertahanan Indonesia.
Salah satu gagasan menarik dan ambisius, yang diajukan oleh pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, adalah perluasan Angkatan Laut Indonesia (TNI AL) menjadi angkatan laut perairan biru. Komitmen ini tertuang dalam visi dan misi pasangan capres dan cawapres nomor satu untuk TNI, yang mendorong “penempatan kekuatan strategis dari Sabang hingga Merauke, didukung oleh tentara yang fleksibel dan adaptif, angkatan laut yang berkembang menjadi kekuatan perairan biru, dan angkatan udara otomatis yang mampu mencapai supremasi udara.”
Komitmen untuk membangun angkatan laut perairan biru memberikan titik menarik untuk dianalisis. Pertama-tama, apa yang dimaksud dengan angkatan laut perairan biru? Saat ini, ada beberapa definisi tentang istilah tersebut. Namun, secara umum, hal ini mengacu pada angkatan laut yang mampu melaksanakan operasi berkelanjutan di samudra dunia, jauh dari perairan asalnya.
Dibandingkan dengan angkatan laut perairan hijau dan cokelat yang lebih rendah, ciri khas angkatan laut perairan biru bukanlah kemampuannya untuk berlayar jauh dari perairan asalnya, tetapi kemampuannya untuk menjalankan operasi tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Dengan kemampuan mereka untuk melaksanakan operasi jauh dari perairan asalnya, angkatan laut perairan biru memungkinkan negara-negara untuk memproyeksikan kekuatan dan pengaruh mereka jauh melampaui wilayah mereka sendiri.
Namun, tidak semua angkatan laut perairan biru dibangun dengan cara yang sama. Beberapa angkatan laut perairan biru memiliki jangkauan dan kemampuan operasional yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain, dengan beberapa memiliki kemampuan proyeksi kekuatan dalam skala global, dan yang lainnya terbatas pada proyeksi kekuatan regional.
Klasifikasi yang berguna
Para ahli angkatan laut, Daniel Todd dan Michael Lindberg, telah menciptakan klasifikasi yang berguna untuk menggambarkan hierarki yang bervariasi dari kemampuan angkatan laut berdasarkan sistem peringkat 10 tingkat.
Dalam sistem ini, angkatan laut yang diberi peringkat 1-4 dianggap sebagai angkatan laut perairan biru, dengan angkatan laut yang diberi peringkat 1-2 memiliki kemampuan proyeksi kekuatan global secara penuh atau sebagian, dan angkatan laut yang diberi peringkat 3-4 terbatas pada proyeksi kekuatan regional atau multiregional.
Sisanya, peringkat 5-10, tidak dianggap sebagai angkatan laut perairan biru yang memiliki kemampuan terbatas pada peran polisi perairan atau di sungai dengan skala yang lebih rendah, dan pertahanan lepas pantai sampai sedikit melampaui zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Dalam konteks ini, janji kampanye pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar untuk membangun angkatan laut perairan biru bagi Indonesia menimbulkan beberapa pertanyaan. Pertanyaan yang paling mencolok adalah: Jenis angkatan laut perairan biru seperti apa yang mereka rencanakan untuk dibangun dan untuk tujuan apa?
Berdasarkan klasifikasi Todd-Lindberg, diketahui bahwa angkatan laut perairan biru terdiri dari empat peringkat yang berbeda. Peringkat 1, yang menandakan kemampuan proyeksi kekuatan global yang lengkap, saat ini hanya dimiliki oleh Angkatan Laut Amerika Serikat.
Sebagai kekuatan superglobal, Amerika Serikat memiliki kepentingan militer, politik, dan ekonomi di berbagai wilayah dunia. Negara tersebut berusaha untuk melawan China yang semakin kuat di Asia, Rusia yang bangkit kembali di Eropa, dan pengaruh Iran yang terus berkembang di Timur Tengah.
Pada saat yang sama, sebagai negara perdagangan utama, Amerika Serikat juga memiliki kepentingan penting dalam memastikan kelancaran arus perdagangan global, yang terutama bergantung pada perdagangan maritim. Oleh karena itu, jelas mengapa Amerika Serikat membangun angkatan laut perairan biru dengan kemampuan proyeksi kekuatan global yang sejajar.
Hal yang sama tidak dapat dikatakan untuk Rusia, yang saat ini memiliki angkatan laut perairan biru dengan kemampuan proyeksi kekuatan multiregional peringkat 3.
Berbeda dengan Amerika Serikat, kepentingan vital Rusia lebih dekat dengan wilayahnya sendiri, terutama di sekitar wilayah bekas negara-negara Uni Soviet, Eropa Timur, serta wilayah-wilayah terdekat seperti Laut Tengah dan Timur Tengah.
Rusia juga bukan negara perdagangan utama, dan oleh karena itu, kepentingan vitalnya dalam menjaga jalur perdagangan maritim global aman lebih sedikit dibandingkan dengan Amerika Serikat. Akibatnya, Rusia membangun dan menjaga angkatan laut perairan biru peringkat 3, yang memungkinkannya memproyeksikan kekuatan ke wilayah-wilayah terdekat di luar ZEE, selain pertahanan wilayah.
Dalam prakteknya, ini dapat dilihat dari tugas permanen kekuatan angkatan laut Rusia yang dikerahkan di Laut Tengah untuk mendukung proyeksi kekuatan di Timur Tengah, selain peran pertahanan wilayah dan penangkalan strategis yang dilakukan oleh Armada Utara, Pasifik, Baltik, dan Laut Hitam Angkatan Laut Rusia.
Dari dua contoh angkatan laut perairan biru tersebut, jelas bahwa jenis angkatan laut perairan biru yang dioperasikan oleh negara-negara sangat dipengaruhi oleh tujuan militer, politik, dan ekonomi yang ingin dicapai setiap negara.
Apa tujuan Anies?
Ini membawa kita kembali kepada pertanyaan tujuan Anies dalam membangun angkatan laut perairan biru. Jika dia ingin membangun angkatan laut perairan biru untuk Indonesia, maka tujuan militer, politik, dan ekonomi seperti apa yang dia bayangkan untuk dicapai yang akan membenarkan langkah tersebut?
Mengamati visi dan misi pasangan Anies-Muhaimin dalam bidang kebijakan luar negeri, mereka berupaya untuk menempatkan Indonesia sebagai kekuatan penyeimbang dalam tatanan global yang dapat mencegah dominasi oleh negara-negara tertentu, yang mungkin merugikan negara-negara berkembang dan non-blok.
Selain itu, mereka bertujuan untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai kekuatan regional di Indo-Pasifik. Meskipun kedua poin ini menunjukkan keinginan Indonesia untuk mengambil peran yang lebih aktif, baik secara regional maupun global, bagaimana hal ini akan diterjemahkan menjadi tujuan militer, politik, dan ekonomi yang nyata sebagai dasar pengembangan angkatan laut perairan biru masih belum jelas.
Saat ini, Indonesia memiliki sedikit kepentingan nasional vital secara global yang membenarkan adanya angkatan laut perairan biru. Namun, telah ada situasi di masa lalu di mana memiliki kemampuan perairan biru dapat berguna bagi Indonesia dalam menanggapi isu keamanan di luar batasnya.
Dalam konteks ini, dua skenario utama muncul: pertama adalah menanggapi ancaman perompakan yang melibatkan kapal-kapal Indonesia di laut lepas, dan kedua adalah membantu dalam evakuasi warga negara Indonesia yang terjebak di zona konflik.
Penculikan kapal kargo Indonesia MV Sinar Kudus pada tahun 2011 dan operasi militer berikutnya untuk membebaskannya merupakan upaya pertama Angkatan Laut Indonesia dalam operasi militer jarak jauh.
Menanggapi penculikan tersebut, pemerintah Indonesia mengirimkan dua fregat dan satu kapal pengangkut pendaratan bersama dengan beberapa ratus personel marinir dan tentara untuk operasi penyelamatan.
Meskipun kapal akhirnya dibebaskan setelah 1,5 bulan negosiasi dan tekanan militer, dapat dikatakan bahwa jika Indonesia memiliki angkatan laut perairan biru pada saat itu, dengan penempatan yang berkelanjutan di lepas pantai Somalia untuk operasi anti-pembajakan, maka penculikan mungkin telah diselesaikan dengan lebih cepat.
Hal ini berkaitan dengan skenario kedua evakuasi warga negara Indonesia yang terjebak di zona konflik. Memiliki kekuatan militer yang siap digunakan di dekat zona konflik menambah opsi bagi pemerintah Indonesia jika dihadapkan pada kebutuhan untuk segera mengevakuasi warga negaranya.
Misalnya, pasukan tugas angkatan laut Indonesia yang dikerahkan di Teluk Aden untuk operasi anti-pembajakan juga dapat membantu dalam mendukung evakuasi