Ratusan anak dan orang tua dari kelompok Child Campaigner Save the Children Indonesia di Jakarta menginisiasi gerakan edukasi dengan tema “Peduli Iklim, Bebas DBD” di area Car Free Day (CFD).
“Melalui kampanye ini, kami ingin menunjukkan bahwa kami – anak-anak dan pemuda – sebagai pihak yang paling terdampak, dapat membantu menghentikan penderitaan akibat demam berdarah, yang ditakuti terus terjadi,” kata salah satu anggota kelompok, Elvira, dalam pernyataan resmi, Minggu.
“Sekarang adalah waktu bagi kita untuk peduli akan iklim dan membasmi jentik nyamuk untuk lingkungan yang lebih baik,” tambahnya.
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dalam pertemuan dengan mitra di Balai Kota melaporkan bahwa hingga September 2024, sekitar 12 ribu kasus demam berdarah (DBD) terjadi di Jakarta.
Mereka juga menunjukkan data yang menunjukkan total kasus demam berdarah secara nasional mencapai 210.644 kasus, dengan 1.239 kematian dilaporkan dari 482 kabupaten/kota pada Oktober 2024.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023.
“Kegiatan kampanye ini merupakan bagian dari Kampanye Nasional untuk Aksi Generasi Iklim – Save the Children Indonesia yang bertujuan untuk memastikan bahwa anak-anak dan keluarga yang paling terkena dampak krisis iklim dapat bertahan hidup dan beradaptasi,” kata Elvira.
Aktivis Child Campaigner yang tinggal di Jakarta mengamati bahwa banyak tumpukan sampah, terutama yang mengandung air yang menggenang seperti kaleng bekas, ban, botol plastik, atau wadah lainnya, menjadi habitat ideal bagi nyamuk Aedes aegypti, penyebab utama penularan demam berdarah.
Kondisi ini diperparah oleh kedatangan musim hujan, di mana beberapa area di Jakarta masih ditemukan genangan air yang berpotensi menjadi sarang larva nyamuk penyebab demam berdarah.
“Peningkatan kasus demam berdarah sebagian disebabkan oleh fenomena El Nino dan perubahan iklim,” kata Kepala Sementara Advokasi, Kampanye, Komunikasi & Media Save the Children Indonesia Tata Sudrajat.
“Inisiatif anak hari ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan mengambil tindakan nyata untuk mencegah peningkatan kasus demam berdarah. Karena satu nyawa sangat berharga,” tambahnya.
Dia mengatakan peningkatan suhu bumi merupakan salah satu faktor yang mempercepat siklus hidup nyamuk Aedes aegypti yang berkontribusi pada peningkatan kasus demam berdarah.
“Masalah demam berdarah di Jakarta mengancam kesehatan dan kelangsungan hidup anak-anak. Anak-anak yang terinfeksi demam berdarah akan memiliki aktivitas sekolah, bersosialisasi, dan bermain terganggu, bahkan menghadapi risiko kematian,” katanya.
Dia juga menjelaskan bahwa gerakan “Peduli Iklim, Bebas DBD” merupakan bagian dari serangkaian kampanye yang telah dilakukan oleh Child Campaigner Jakarta selama 5 bulan terakhir.
Selain fun walk, ratusan anak, pemuda, dan peserta CFD juga dapat ikut dalam talk show mini, pameran edukasi, permainan interaktif tentang krisis iklim dan mencegah demam berdarah, dan kegiatan menarik lainnya.
Berbagai dialog, edukasi, dan kompetisi sekolah juga telah dilakukan dengan tema yang mendorong sekolah untuk bebas dari larva nyamuk penyebab demam berdarah.
Berita terkait: Pemerintah mendeploy guru untuk membantu anak-anak yang terdampak erupsi Gunung Lewotobi
Translator: Chairul Rohman, Katriana
Editor: Bayu Prasetyo
Hak cipta © ANTARA 2024