Agama inklusif penting untuk mengatasi krisis kemanusiaan: Menteri

Semarang (ANTARA) – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menekankan pentingnya praktik nilai-nilai keagamaan yang inklusif untuk merespons krisis kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia.

“Harus diakui bahwa dalam menghadapi krisis kemanusiaan, diperlukan upaya serius untuk merekonseptualisasikan peran agama agar lebih inklusif, responsif, dan progresif,” ujar beliau di sini pada Sabtu (4 Februari) malam.

Pernyataan tersebut disampaikan saat menutup Konferensi Internasional Tahunan ke-23 tentang Studi Islam (AICIS) pada tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo di Semarang, ibu kota Provinsi Jawa Tengah.

Menteri tersebut menekankan bahwa agama sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai sumber ketenangan spiritual, tetapi juga sebagai penggerak perubahan positif dalam masyarakat.

Oleh karena itu, beliau meminta universitas-universitas agama Islam (PTKI) untuk menyediakan studi humanis berdasarkan hasil penelitian yang dapat dipercaya tentang Islam.

Untuk menunjukkan kontribusi agama dalam merespons krisis kemanusiaan, Cholil mencatat beberapa hal penting yang perlu dipahami oleh akademisi PTKI, yang pertama adalah perlunya memahami peran agama dalam krisis kemanusiaan.

“Agama tidak hanya tentang keyakinan pribadi, tetapi juga tentang bagaimana keyakinan ini memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi krisis kemanusiaan,” katanya.

“Pesan kemanusiaan sekarang telah bergaung dari Indonesia dan Asia Tenggara ke seluruh dunia di tengah kesedihan atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Eropa Timur dan Timur Tengah,” katanya.

Poin kedua menekankan, menurutnya, pentingnya memahami ajaran agama sebagai sumber gerakan kemanusiaan bersama. Gerakan nyata menerjemahkan nilai-nilai agama menjadi tindakan, dan ini membutuhkan pendekatan holistik yang menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan praktis masyarakat terdampak.

“Upaya konkret dalam merespons krisis kemanusiaan yang dapat dilakukan termasuk memobilisasi sumber daya agama, mempromosikan kerja sama antaragama untuk perdamaian, dan memperjuangkan perdamaian, keadilan, dan hak asasi manusia,” katanya.

MEMBACA  Yudi Purnomo Menyebut Kericuhan Selama Proses Pencarian Harun Masiku Membuat Penangkapan Menjadi Sulit

Qoumas juga menekankan pentingnya moderasi agama sebagai modal untuk memberikan kontribusi nyata, seperti yang telah dilakukan Kementerian Agama dalam beberapa tahun terakhir.

“Kami berharap bahwa penguatan moderasi agama dapat menjadi kontribusi Indonesia dalam menjawab masalah-masalah kontemporer dan menjaga perdamaian dunia. Dengan kompleksitas yang ada, sudah tepat bagi Indonesia untuk menjadi laboratorium studi Islam dan studi agama,” katanya.

AICIS ke-23 diselenggarakan pada 1-4 Februari 2024 oleh Kementerian Agama sebagai acara untuk mengumpulkan ratusan intelektual Muslim internasional guna merumuskan solusi terhadap berbagai masalah kemanusiaan global.

Tahun ini, AICIS mengangkat tema “Medefinisikan Peran Agama dalam Menangani Krisis Kemanusiaan: Menghadapi Isu Perdamaian, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia” untuk mencapai perdamaian, keadilan, dan saling menghormati antarmanusia.

AICIS dihadiri oleh para rektor universitas agama Islam negeri (PTKIN) dan universitas agama Islam swasta (PTKIS) di seluruh Indonesia, para pemimpin agama, dan ratusan akademisi Islam internasional.

Berita terkait: Jangan gunakan agama sebagai alat politik: Menteri Qoumas
Berita terkait: Diperlukan pemahaman yang lebih baik dalam pengakuan kepercayaan asli pada kartu identitas

Semarang (ANTARA) – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menekankan pentingnya praktik nilai-nilai keagamaan yang inklusif untuk merespons krisis kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia.

“Harus diakui bahwa dalam menghadapi krisis kemanusiaan, diperlukan upaya serius untuk merekonseptualisasikan peran agama agar lebih inklusif, responsif, dan progresif,” ujar beliau di sini pada Sabtu (4 Februari) malam.

Pernyataan tersebut disampaikan saat menutup Konferensi Internasional Tahunan ke-23 tentang Studi Islam (AICIS) pada tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo di Semarang, ibu kota Provinsi Jawa Tengah.

Menteri tersebut menekankan bahwa agama sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai sumber ketenangan spiritual, tetapi juga sebagai penggerak perubahan positif dalam masyarakat.

MEMBACA  Bergabung dengan Koalisi, PDI Karawang Mendukung Aep Syaepuloh-Maslani di Pilkada Serentak 2024

Oleh karena itu, beliau meminta universitas-universitas agama Islam (PTKI) untuk menyediakan studi humanis berdasarkan hasil penelitian yang dapat dipercaya tentang Islam.

Untuk menunjukkan kontribusi agama dalam merespons krisis kemanusiaan, Cholil mencatat beberapa hal penting yang perlu dipahami oleh akademisi PTKI, yang pertama adalah perlunya memahami peran agama dalam krisis kemanusiaan.

“Agama tidak hanya tentang keyakinan pribadi, tetapi juga tentang bagaimana keyakinan ini memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi krisis kemanusiaan,” katanya.

“Pesan kemanusiaan sekarang telah bergaung dari Indonesia dan Asia Tenggara ke seluruh dunia di tengah kesedihan atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Eropa Timur dan Timur Tengah,” katanya.

Poin kedua menekankan, menurutnya, pentingnya memahami ajaran agama sebagai sumber gerakan kemanusiaan bersama. Gerakan nyata menerjemahkan nilai-nilai agama menjadi tindakan, dan ini membutuhkan pendekatan holistik yang menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan praktis masyarakat terdampak.

“Upaya konkret dalam merespons krisis kemanusiaan yang dapat dilakukan termasuk memobilisasi sumber daya agama, mempromosikan kerja sama antaragama untuk perdamaian, dan memperjuangkan perdamaian, keadilan, dan hak asasi manusia,” katanya.

Qoumas juga menekankan pentingnya moderasi agama sebagai modal untuk memberikan kontribusi nyata, seperti yang telah dilakukan Kementerian Agama dalam beberapa tahun terakhir.

“Kami berharap bahwa penguatan moderasi agama dapat menjadi kontribusi Indonesia dalam menjawab masalah-masalah kontemporer dan menjaga perdamaian dunia. Dengan kompleksitas yang ada, sudah tepat bagi Indonesia untuk menjadi laboratorium studi Islam dan studi agama,” katanya.

AICIS ke-23 diselenggarakan pada 1-4 Februari 2024 oleh Kementerian Agama sebagai acara untuk mengumpulkan ratusan intelektual Muslim internasional guna merumuskan solusi terhadap berbagai masalah kemanusiaan global.

Tahun ini, AICIS mengangkat tema “Medefinisikan Peran Agama dalam Menangani Krisis Kemanusiaan: Menghadapi Isu Perdamaian, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia” untuk mencapai perdamaian, keadilan, dan saling menghormati antarmanusia.

MEMBACA  Isi Pola Makan Anda dengan Makanan Sehat untuk Ginjal untuk Menjaga Kesehatan Anda

AICIS dihadiri oleh para rektor universitas agama Islam negeri (PTKIN) dan universitas agama Islam swasta (PTKIS) di seluruh Indonesia, para pemimpin agama, dan ratusan akademisi Islam internasional.

Berita terkait: Jangan gunakan agama sebagai alat politik: Menteri Qoumas
Berita terkait: Diperlukan pemahaman yang lebih baik dalam pengakuan kepercayaan asli pada kartu identitas

Translator: Zuhdiar Laeis, Katriana
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024