Bisnisupdate.com –Dalam konferensi persnya, ICSA (Indonesian Corporate Secretary Association) menengarai kenapa sampai saat ini penerapan Good Corporate Governance (GCG) tak kunjung membaik, karena lembaga-lembaga yang terkait satu sama lainnya belum makismal mendukung terciptanya tata kelolah Indonesia yang lebih baik.
Sebagai salah satu organisasi yang care terhadap terciptanya tata kelolah Indonesia yang lebih baik, ICSA menilai sangat penting bahwa semua lembaga atau perusahaan saling bekerjasama, terutama antar komponen perusahaan, industri dan pemerintahan,” kata Ketua Umum ICSA Hardijanto Saroso, dalam jumpa persnya pada acara 1st International Conference on Good Corporate Governance, di Pullman Hotel Thamrin, Jakarta, 2 November 2017.
Menurutnya, mestinya pemerintah lebih tegas dan aktif dalam mengupayakan terciptanya GCG yang lebih baik. Ini harus dimulai dari pendidikan atau pembekalan keilmuan kepada para cosecnya yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan perusahaan. Apalagi di era digital ini, perusahaan dituntut untuk tetap suvive, dan itu sangat bergantung pada kemampuan corsecnya dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
“Generasi sekarang atau istilah kerennya now generation akan memiliki tingkat tuntutan transparansi yang tinggi. Dengan meningkatnya crowd sourcing, crowd funding, dan penggunaan artificial intelligence yang tinggi, maka pelaksanaan GCG menjadi semakin signifikan. Ini merupakan tantangan kita bersama untuk membuat platform atau framework GCG yang tepat. GCG harus dinamis mengikuti pesatnya perkembangan jaman,” ujar Hardijanto.
Langkah ICSA Ciptakan Corsek yang Lebih Baik
ICSA sadar, bahwa penerapan GCG itu begitu sulit dan banyak tantangannya. Karena bukan hanya persoalan bagaimana kualitas corsec dalam memahaminya saja, tetapi juga berkaitan pada hati nurani, model perusahaan, dan budaya yang berkembang.
Jangankan di Indoneisa yang masih terkenal belum begitu sadar akan pentingnya bertindak sesuai hukum, di negar-negara ASIA saja masih kesulitan dalam penerapannya. Karena kita semua sadar bahwa pada umumnya di ASIA ini memiliki budaya yang kental dan unik di masing-masing negara. Selain itu, peran bisnis keluarga masih sangat besar. “Tidak ada aturan yang bisa “one size fits all” untuk semua negara. Kita harus memberikan respect yang tinggi ke aturan budaya di masing-masing negara. Budaya merupakan local wisdom yang telah diturunkan secara turun temurun dan memiliki nilai perilaku yang sangat tinggi,” jelas Dr. Tan Wee Liang, Ketua Umum ACSN (ASEAN Corporate Secretary Network) dan CSIS (Chartered Secretaries Institute of Singapore).
Saat ini dunia memiliki kode etik GCG namun pelaksanaan di setiap negara bisa berbeda-beda. “Jangankan kita bandingkan Asia dengan US atau Eropa. Antar sesama negara Asia pun tingkat pelaksanaan GCG bisa berbeda walaupun prinsip dasar GCG yang menjadi pegangan adalah sama,” tambah Dr. Tan.
Proses penerapan GCG tak boleh berhenti, walaupun menuai banyak tantangan. Untuk itu menurut Katharine Grace, Wakil Ketua Umum ICSA menyatakan bahwa perlu dilakukannya berbagai penyesuaian aturan agar pelaksanaan GCG menjadi efektif, salah satunya adalah peningkatan peran dan kemampuan Corporate Secretary. Dengan peran dan kemampuan corsec yang mumpuni, maka diharapkan tingkat pelaksanaan GCG akan semakin baik.
Agar itu terwud, maka mengadakan pelatihan, seminar, konferensi internasional, yang membahas pelbagai selak-beluk GCG adalah penting. Selain itu, ICSA juga melihat kedepannya penting memberikan sertifikasi pada corsec, agar peranannya diakui kefalidannya. Sertifikasi ini bukan dimaksudkan untuk menambah birokrasi atau menyulitkan seseorang untuk menjadi corsec, melainkan untuk memastikan bahwa seorang corsec memahami tugas dan tanggung jawabnya secara menyeluruh. (Way)