Universitas Brawijaya mengembangkan benih jagung cepat tumbuh dan berkualitas tinggi

Jika produktivitas jagung secara umum hanya mencapai 9 ton per hektar, maka dengan menggunakan benih Jagung Brawijaya Nusa, peningkatan produktivitas dapat mencapai di atas 30 persen.Malang, Jawa Timur (ANTARA) – Seorang ahli dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Prof. Arifin, telah mengembangkan benih jagung hibrida untuk pakan ternak yang memiliki hasil tinggi dan siklus panen lebih cepat.

“Jika produktivitas jagung secara umum hanya mencapai 9 ton per hektar, maka dengan menggunakan benih Jagung Brawijaya Nusa, peningkatan produktivitas dapat mencapai di atas 30 persen,” kata Arifin di sini pada hari Jumat.

Dua jenis benih, yaitu Nusa 1 dan Nusa 3, telah dikembangkan sebagai bagian dari inovasi. Keduanya memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih jagung biasa.

“Benih jagung Brawijaya Nusa dapat menghasilkan hingga 12,9 ton (jagung) per hektar dan 13,7 ton per hektar dibandingkan dengan benih jagung secara umum, yang hanya 9 ton per hektar,” katanya.

Awalnya, lima jenis benih diusulkan, tetapi hanya dua yang lolos uji dari Kementerian Pertanian.

Benih tersebut ditemukan cocok untuk daerah lahan kering, seperti di NTT, khususnya Sumba dan Timor, menurutnya.

“NTT adalah daerah potensial untuk penanaman jagung… tetapi produktivitasnya masih rendah. Jika rata-rata produksi nasional adalah 5,8 hingga 5,9 ton jagung per hektar, di NTT, hanya 2,3 ton per hektar,” katanya.

Oleh karena itu, teknologi inovatif dari Pusat Penelitian Jagung (MRC) diharapkan dapat meningkatkan produksi nasional jagung untuk pakan ternak.

Proses penciptaan benih hibrida dimulai pada tahun 2022 di NTT. Arifin dan timnya kemudian memperkenalkan teknologi produksi benih dan budidaya kepada petani lokal.

Tahun ini, para petani mulai melihat nilai tambah dari benih jagung lapangan.

MEMBACA  Hayao Miyazaki dan Sang Bangau Menjelajahi Perjalanan Sang Master Ghibli dalam Film Terbarunya

“Namun, kita perlu bekerjasama dengan sektor swasta karena benih, varietas, dan teknologi berasal dari universitas, tetapi untuk bisnis agar dikelola dengan baik, perlu berkolaborasi dengan sektor swasta dengan melibatkan petani,” kata Arifin.

Ia menambahkan bahwa jagung yang dikembangkan di NTT adalah jenis jagung lapangan yang manis dan klei.

“Kami menyebutnya jagung lapangan karena 70 persennya digunakan untuk memberi makan ternak, tetapi bukan berarti tidak bisa dikonsumsi oleh manusia. Seperti (orang) di Afrika, orang Indonesia menggunakan jagung sebagai makanan pokok, seperti di Madura dan bagian timur negara,” katanya.

Berita terkait: Lampung melakukan penguatan hilir untuk produk jagung

Berita terkait: Aplikasi rekayasa genetika di RI untuk mencapai kedaulatan pangan

Penerjemah: Willi Irawan, Yashinta Difa
Editor: Tia Mutiasari
Hak cipta © ANTARA 2024